Jurnalis Kompas dan Polisi Berhati Mulia: Menjadi Penyemangat Penyandang Disabilitas di Pelosok Manggarai Timur

BORONG-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Di tengah kesibukan meliput berita dan menjaga keamanan, Markus Makur, jurnalis Kompas.com, dan Bripka Heribertus Tena, anggota Polres Manggarai Timur, memiliki misi mulia: membawa harapan bagi penyandang disabilitas di pelosok Manggarai Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT). Keduanya tidak hanya bekerja untuk publik, tetapi juga menjadi peziarah kasih bagi mereka yang terpinggirkan.

Dengan hati yang gelisah melihat penderitaan sesama, Markus dan Hery rutin menyisir kampung-kampung terpencil di Manggarai Timur, Manggarai, dan Manggarai Barat. Mengendarai sepeda motor, mereka menemenembus jalanan rusak untuk mengantarkan bantuan dan sapaan hangat kepada warga yang sakit, termasuk penyandang disabilitas fisik dan psikososial. Meski merasa lelah, senyum tulus dari warga yang mereka bantu selalu menjadi obat penawar.

Misi Kemanusiaan di Elar, 17 Juni 2025

Pada Selasa (17/6/25), Markus bersama Libert dan Yeris, pegiat sosial, berangkat dari Kota Borong dengan mobil yang disediakan oleh anggota DPRD Manggarai Timur, Charles Presly. Mereka membawa dua kursi roda donasi dari Yayasan Help Flores (YHF). Perjalanan menuju Kecamatan Elar Selatan dimulai pukul 10.00 WITA, melintasi jalan mulus di Gololada, Peot, Kembur, hingga pertigaan Watunggong, ibu kota Kecamatan Congkar.

Di tengah perjalanan, mereka singgah di warung sederhana di Watunggong. Markus dan Yeris menyantap bakso, sementara Om Libert memilih kopi pahit untuk mengisi tenaga sebelum menghadapi jalan rusak menuju Kampung Nanga. Di Kampung Gorong, mereka bertemu Bripka Hery dan Ehji Sarlenso, jurnalis lokal dari Elar. Wajah mereka penuh sukacita, bersatu dalam misi kemanusiaan.

Kursi Roda, Senyum, dan Kopi Pahit

Tujuan pertama adalah Kampung Belang, sebuah desa di puncak bukit. Di sana, tim menyerahkan kursi roda kepada seorang warga penyandang disabilitas. Istri pasien menyambut dengan raut wajah penuh haru. “Senyum mereka membayar lelah kami,” ujar Markus. Pasien, dengan tangan masih gemetar, mencoba kursi roda sambil dibantu tim. Secangkir kopi pahit dari tuan rumah mengembalikan semangat tim yang mulai lapar.

Tujuan pertama adalah Kampung Belang, sebuah desa di puncak bukit. Di sana, tim menyerahkan kursi roda kepada seorang warga penyandang disabilitas. Istri pasien menyambut dengan raut wajah penuh haru. “Senyum mereka membayar lelah kami,” ujar Markus.

Pasien, dengan tangan masih gemetar, mencoba kursi roda sambil dibantu tim. Secangkir kopi pahit dari tuan rumah mengembalikan semangat tim yang mulai lapar.

Markus Makur, Jurnalis KOMPAS.com di Manggarai Timur sedang menyapa penderita disabilitas psikos Sosial di Kampung Belang, Desa Wae Lokom, Kec. Elar, Kab. Manggarai Timur, NTT, Selasa, (17/6/25). (Foto/Markus Makur)

Di kampung yang sama, tim menyapa seorang warga dengan gangguan psikososial yang duduk di depan rumah penuh sampah. Kepala Desa Wae Lokom, Martinus Sadi, menjelaskan bahwa warga tersebut telah menderita selama 25 tahun dan mendapat pengobatan dari Puskesmas Elar. Tim pun berbagi empati dan harapan dengan keluarga warga tersebut.

Perjalanan dilanjutkan ke Kampung Pora, Desa Lengko Namut. Di sana, seorang lansia penyandang disabilitas menerima kursi roda dengan senyum lebar. Ia mencoba kursi roda di ruang tamu, berbincang riang dengan tim. Sekali lagi, kopi pahit menjadi penyambut hangat. “Kursi roda ini memberi saya kebebasan baru,” ujarnya penuh syukur.

Aroma Kopi dan Harapan di Elar

Malam tiba, dan tim makan malam di rumah Om Libert di Kampung Mombok sebelum kembali ke Borong sekitar pukul 23.00 WITA. Di sepanjang perjalanan, aroma kopi yang sedang dipanen di kebun-kebun Elar mengiringi. Kampung Belang dan Pora dipenuhi tumpukan kopi yang dijemur, menciptakan suasana khas pedesaan yang subur dengan kakao, kemiri, cengkeh, dan vanili.

Yeris, salah satu pegiat sosial, berbagi cerita, “Perjalanan ini lebih dari sekadar bantuan. Kami berjalan bersama mereka yang menderita, menghibur, dan menjadi jembatan kebaikan. Senyum mereka adalah hadiah terbesar.”

Dukungan untuk Penyandang Disabilitas

Kepala Desa Wae Lokom, Martinus Sadi, menyebutkan bahwa pemerintah desa memberikan bantuan langsung tunai (BLT) bagi penyandang disabilitas. Namun, kehadiran Markus, Hery, dan tim peduli kasih ini melengkapi upaya tersebut dengan sentuhan kemanusiaan yang tak ternilai.

Kisah ini bukan hanya tentang kursi roda, tetapi tentang hati yang tak pernah lelah berbagi. Markus dan Hery, bersama tim, adalah bukti bahwa di tengah keterbatasan, harapan selalu bisa diantarkan, bahkan ke pelosok Manggarai Timur.**(Markus Makur)