Romo Ino: Perjalanan Hidup yang Didedikasikan untuk Pelestarian Budaya Manggarai

RUTENG-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Romo Inosentius Sutam, yang biasa dipanggil Romo Ino, adalah dosen di Universitas Katolik Indonesia Timur, (UNIKA) Santo Paulus Ruteng, Kabupaten Manggarai, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Jumat, (20/6/25).

Ia merupakan sosok penting dalam pelestarian budaya Manggarai dan berbagi kisah perjalanan hidupnya yang penuh dedikasi terhadap warisan budayanya.

Dalam sebuah wawancara, Romo Ino menjelaskan bagaimana kecintaannya terhadap budaya Manggarai telah terbentuk sejak kecil dan berakar dari lingkungan keluarga serta komunitasnya.

“Mengapa fokus di budaya itu pertama memang karena lingkungan, ya,” jelasnya, mengemukakan pengaruh besar dari orang tua dan tetangga yang memegang teguh nilai-nilai budaya Manggarai.

Perjalanan Romo Ino dalam dunia budaya semakin diperkaya saat ia menempuh pendidikan di seminari, di mana ia secara aktif menulis dan berkontribusi dalam berbagai kegiatan yang mengangkat budaya Manggarai.

“Saya ingat baik dulu, saya kelas 3 SMP, pernah diberi tugas untuk menulis sesuatu,” kenangnya.

Pengalaman tersebut menjadi fondasi kuat bagi pengembangan minatnya dalam bidang budaya. Salah satu momentum penting terjadi ketika Romo Ino ditugaskan untuk menyusun dan membawakan pertunjukan budaya pada sebuah acara penting di seminari.

“Saya waktu itu Bapak Uskup ke apa, ke Kisol. Ee, lalu saya menulis ini, sebenarnya saya yang membawakan, tetapi akhirnya ee, bukan saya, teman saya, tapi saya yang menyusun,” ceritanya.

Pengalaman ini semakin memantapkan posisinya sebagai seorang yang peduli dan memiliki pengetahuan mendalam tentang budaya Manggarai.

Setelah menyelesaikan pendidikan di seminari, kecintaan Romo Ino terhadap budaya Manggarai terus berkembang. Ia melanjutkan studi di Eropa dan menerima dukungan dari para pastor serta misionaris untuk terus menggali dan melestarikan budaya daerahnya.

“Di Eropa ini ya bagus karena banyak pastor-pastor tua, misionaris selalu mendorong, ‘Kamu pulang, yang tulis teologi Eropa,’ itu mereka bilang,” tuturnya.

Sekembalinya ke Indonesia, Romo Ino aktif dalam berbagai kegiatan yang berkaitan dengan budaya. Ia menjadi pengajar mata kuliah budaya daerah dan inkulturasi, serta terlibat dalam pembentukan Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) budaya dan pariwisata.

“Ini nanti mungkin sebentar lagi mau jadi sanggar, dia,” tambahnya, menggambarkan komitmennya untuk mengembangkan wadah bagi pelestarian budaya.

Romo Ino juga berbagi pengalamannya dalam berinteraksi dengan tokoh-tokoh penting di bidang budaya, seperti Safe Dagun dan Pater Lorens.

Ia mengungkapkan rasa hormatnya terhadap mereka dan mengakui bahwa mereka telah memberikan dorongan dan inspirasi dalam perjalanan budayanya. “Ya, semua itu kan membentuk kita ini,” ujarnya.

Kini, Romo Ino terus aktif dalam kegiatan budaya, memberikan wawancara dan berbagi pengetahuannya dengan generasi muda. Ia juga memberikan dukungan kepada para mahasiswa yang sedang menulis skripsi tentang budaya Manggarai.

“Kita banyak yang tulis di sini. Macam yang kemarin itu ya, teologi Roeng yang dari siapa itu, Pater Rio Nanto, SVD,” jelasnya.

Perjalanan Romo Ino dalam melestarikan budaya Manggarai menjadi contoh nyata dedikasi dan kecintaan terhadap warisan budaya. Kisahnya menginspirasi banyak orang, menunjukkan bahwa pelestarian budaya adalah perjalanan berkelanjutan yang memerlukan komitmen, pengetahuan, dan dukungan dari berbagai pihak.**(Markus Makur)