Opini  

Korupsi, Buah Sistem Pendidikan yang Tidak Jujur

BETUN,bidiknusatenggara.com-Sejak kapan kita mendengar atau melihat bahwa pendidikan itu koruptif? Baru saja ataukah sudah lama terjadi? Apabila hal itu sudah terjadi lama, walaupun pendidikannya baru, tetapi hal yang sama tetap terjadi berulang-ulang. Bukankah kita sedang disuguhkan suatu fakta kebenaran tentang adanya korupsi, tetapi kita masih menerimanya? korupsi itu sendiri merupakan kejahatan serius yang dapat melemahkan pembangunan sosial dan ekonomi di semua lapisan masyarakat dan termasuk juga di dalamnya adalah pendidikan.

Jika kita mau melihat secara lebih dekat potret lembaga pendidikan saat ini, bisa jadi kita akan tercenung. Karena di dalam lingkungan pendidikan itu sendiri akan melihat banyak praktik ketidakjujuran. Bukankah ketidakjujuran itu awal dari praktik korupsi?
Perilaku tidak jujur di lingkungan lembaga pendidikan bisa ditemukan pada diri siswa/mahasiswa, guru/dosen, bahkan lembaga pendidikan itu sendiri.
Contoh kecilnya adalah masalah ujian dan nilai. Bagi orang yang bekerja di lembaga pendidikan pasti tahu bahwa sistem penilaian telah ditentukan oleh pemerintah dengan memberikan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Sebagai contoh jika KKM sebuah mata pelajaran adalah 75, maka seorang guru tidak boleh memberikan nilai di bawah angka itu karena itu artinya siswa tersebut tidak lulus. Oleh karena itu jika seorang siswa memiliki nilai di bawah KKM, maka guru akan melakukan remidi atau pengayaan agar bisa mengatrol nilai yang bersangkutan sehingga nilai yang didapatkan seorang siswa biasanya lebih tinggi dari kemampuan yang sesungguhnya. Bukankah ini juga termasuk praktik ketidakjujuran?

Hal ini benar terjadi dalam dunia pendidikan Tetapi kita juga tidak bisa serta merta menyalahkan guru, karena di sisi lain terikat dengan aturan dan sistem yang ada. Bukan hanya sistem KKM, biasanya seorang guru juga memikirkan masa depan para siswanya. Ketika memberikan nilai yang kurang, siswa tersebut tidak akan bisa bersaing ketika seleksi masuk perguruan tinggi khususnya jalur Seleksi Nasioanl Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN), karena kenyatannnya hampir di semua sekolah memberikan nilai yang sangat baik bahkan mendekati sempurna.
Karena tuntutan sistem dan aturan inilah yang memaksa seorang guru melakukan tindakan yang tidak jujur demi menjaga kehormatan dan nama baik lembaga pendidikan, nilai tersebut juga harus baik. Dalam ruang lingkup yang lebih besar, sekolah juga tidak mau dipersalahkan, karena juga dihimpit aturan sistem akreditasi yang ketat dan rumit.

Sebuah lembaga rela melakukan manipulasi data demi akreditasi yang baik, karena dengan akreditasi yang baik akan membuka kesempatan yang lebih luas bagi para siswanya untuk masuk perguruan tinggi negeri. Untuk kepentingan siswa itulah, sebuah lembaga pendidikan akhirnya melakukan tindakan manipulasi.
semua ketidakjujuran itu menjadi semacam lingkaran setan yang tidak ada ujungnya. Siswa mendapatkan tekanan dan aturan ketat dari guru agar mendapat nilai yang baik, untuk memenuhi target itu memilih perbuatan tidak jujur dengan berbagai cara. Guru mendapatkan tekanan dari lembaga, sistem, aturan, bahkan lingkungan, untuk mengikuti semua aturan dan sistem itu juga akhirnya melakukan tindakan tidak jujur. Lembaga pendidikan juga mendapatkan tekanan dari aturan dan sistem dari pemerintah pusat, yang juga melahirkan tindakan manipulasi.

semua tindakan ketidakjujuran itu berawal dari tekanan sistem yang telah dibangun. Sistem itu bisa sistem aturan atau sistem kultur sosial yang telah diamini secara bersama. Kita bisa bayangkan di tengah sistem pendidikan yang seperti itu, apakah mungkin akan melahirkan generasi bangsa yang jujur dan memiliki integritas?
Sistem pendidikan harus dibangun dengan menekankan pada prinsip-prinsip pendidikan integritas, dapat ditegaskan bahwa yang terpenting dalam pendidikan integritas adalah, bagaimana menciptakan faktor kondisional yang dapat mengundang dan memfasilitasi siswa/ mahasiswa, guru/dosen untuk selalu berbuat secara jujur, moral dan beretika.
Pemerintah melalui pendidikan harus giat menanamkan pentingnya nilai kejujuran dalam belajar melebihi nilai itu sendiri. Siswa/mahasiswa juga harus ditanamkan pemahaman bahwa sikap lebih utama dari sekadar guratan nilai di atas kertas.
Sekolah/universitas juga harus terus meningkatkan pengawasan serta penindakan yang represif sehingga tertanam dalam hati siswa/mahasiswa untuk terus berada dalam kejujruan. Korupsi tidak akan berhenti begitu saja tatkala sedini mungkin kita sudah mewajarkan ketidakjujuran di setiap aspek kehidupan. Oleh karenanya, nilai kejujuran wajib ditanamkan melebihi segalanya, khususnya di pendidikan.

Penulis : Beatus Setrinus Nahak
Mahasiswa Prodi Ners Universitas Citra Bangsa Kupang