Opini  

Perempuan Dibungkam Berpolitik

Markus Makur, anggota Forum Jurnalis Flores-Lembata, NTT

bidiknusatenggara.com-Kesetaraan gender masih sebatas ucapan lips service, arti kata lip service dalam bahasa Indonesia ialah “layanan bibir”. Tak sedikit orang menilai maksud kata lip service ialah keramahan di mulut saja. Hal itu merupakan bentuk sindiran terhadap seseorang yang kerap mengobral janji manis. Lips service dari kaum adam hanya untuk menyenangkan hati kaum perempuan. Banyak bukti nyata yang terjadi ditengah-tengah kehidupan masyarakat yang membungkam suara kaum perempuan. Perempuan semacam menerima takdir untuk belum selevel dengan kaum laki-lagi dalam segala sisi kehidupan. Apalagai bicara dan hak berpolitik. Kaum perempuan bisa bicara politik, hanya jarang didengar. Bahkan hak-hak politik perempuan dipangkas. Suara dari kaum perempuan untuk memperjuangkan kesetaraan dalam segala aspek kehidupan bernegara di sebuah negara demokrasi. Selain itu, perempuan sendiri belum menjadikan politik sebagai pilihan hidup untuk membela kaumnya dari ketertindasan, kekerasan, kebodohan dan keterkungkungan dari budaya politik patrilineal. Konon, diungkapkan bahwa berpolitik hanya milik kaum laki-laki sehingga perempuan enggan terjun ke dunia politik. Karena keengganannya itu maka kaum laki-laki membungkam mereka untuk berpolitik. Kalau dipahami dengan sederhana, berpolitik itu hak semua makhluk berpikir. Berpolitik itu pilihan semua orang.

Dari awal penciptaan, perempuan itu setara dengan laki-laki, bahkan sesudah diciptakan langsung bisa jalan, berbicara dan berdiri sama tinggi duduk sama rendah. Bahkan hidup sekamar dengan laki-laki.Tidur horizontal. Sejajar. Selevel. Setara. Sederajat.Kenyataannya laki-laki lebih mendominasi dalam berpolitik. Sejak saat itu kaum perempuan diatur untuk mengurus hal-hal domestik di dalam keluarga. Perempuan diciptakan sederajat dengan laki-laki karena memiliki hak yang sama sebagai makhluk berpikir. Fakta berbicara bahwa laki-laki bisa jatuh karena daya pikat tubuh perempuan. Dan laki-laki bisa bertekuk lutut dari rayuan seorang perempuan. Bukti sejarah sudah membuktikan bahwa Adam jatuh karena rayuan dari Hawa, yang merupakan pasangan hidupnya.

Dari fakta sejarah, perempuan selalu dipinggirkan dari berbagai urusan, lebih khusus berpolitik. Suara perempuan dibungkam di masa lalu dengan tidak mengijinkan anak perempuan untuk mengenyam pendidikan. Tapi, semua itu perlahan-lahan dikikis habis saat perempuan memiliki kebebasan yang setara dengan kaum laki-laki untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Budaya patrilineal yang membungkam hak perempuan perlahan-lahan dikritisi oleh kaum perempuan sehingga muncul perjuangan kesetaraan gender.

Budaya Bukan Berpihak pada Perempuan melainkan ke laki-laki

Penulis mengambil contok kecil dengan budaya masyarakat Manggarai Raya. Kental dengan budaya patrilineal yang turun temurun diwariskan dimana anak perempuan atau seorang istri tidak dilibatkan dalam berbagai ritual adat atau rapat-rapat dalam keluarga. Tidak terjadi perdebatan antara perempuan dan laki-laki tatkala apa yang disuarakan laki-laki tidak sesuai dengan yang dipikirkan perempuan. Tidak ada forum yang mana perempuan berani bersuara lantang seandainya ada hal-hal yang tidak sesuai dengan kepentingan perempuan. Pada prinsipnya, perempuan hanya menerima saja apa yang disampaikan oleh laki-laki. Bahkan, tidak pernah duduk sederajat saat dilangsungkan pertemuan keluarga, apalagi hayatan berpolitik. Kaum perempuan hanya mengurus hal-hal domestik. Hak suara perempuan tidak diperhitungkan oleh kaum laki-laki. Hak-hak asasi perempuan tidak setara dengan hak-hak asasi laki-laki, walaupun sama-sama memiliki hak dan martabat manusia sederajat. Lebih khusus di lapangan politik praktis.

Dampak sosial yang dialami kaum perempuan bahwa suara mereka sebagai perempuan disepelekan oleh suara kaum maskulin. Fakta lain bahwa kaum maskulin sangat dinilai memiliki standar sosial lebih tinggi dalam urusan berpolitik sehingga kaum feminin sangat tidak diperhitungkan dalam arena perpolitikan.

Kesetaraan Pendidikan

Budaya patrilineal mulai kikis melalui pendidikan. Politik pendidikan dengan kebebasan yang sederajat memberikan peluang kepada kaum feminin untuk meraih gelar akademik dengan berbagai bidang ilmu pengetahuan. Kesetaraan pendidikan sangat terasa oleh kaum perempuan yang sederajat dengan kaum maskulin. Kesetaraan pendidikan meretas keterkungkungan dan minder dari perempuan sehingga kehidupan sosialnya seimbang. Setara. Semartabat. Sederajat. Sebagai partner dalam berpolitik. Tentu perbandingan dalam berpolitik masih didominasi oleh kaum maskulin.

Memang, kalau bicara budaya di dunia barat, kaum perempuan sudah selevel dengan kaum laki-laki dalam arena berpolitik. Budaya rasional menjadi sebuah sistem kehidupan sosial. Perempuan tampil di berbagai ajang bergengsi bahkan sukses sebagai Perdana menteri. Perempuan tidak lagi merasakan dikungkung oleh budaya yang didominasi oleh kaum maskulin. Intelektualitas kaum perempuan dan laki-laki sudah sangat setara. Kemajuan dan kebebasan berpendapat melalui pendidikan sangat sederajat antara feminin dan maskulin. Hak hidup dan hak pendidikan tidak lagi didominasi oleh kaum maskulin. Perempuan sudah sangat mandiri dalam pendidikan dan ekonomi.

Berbeda dengan kaum perempuan di Asia, apalagi di Manggarai yang masih dikungkung oleh budaya patrilineal. Tentu tidak semua di Asia, dan juga di Manggarai. Khusus di arena berpolitik, masih banyak kaum perempuan yang masa bodoh dengan hak politik. Bahkan bisa dikatakan cuek dengan berpolitik, walaupun secara regulasi dan hak yang sama untuk berpolitik. Regulasi berdemokrasi di Indonesia lewat jalur politik sudah agak baik dengan mewajibkan 30 persen kaum perempuan berpolitik lewat Partai Politik. Tapi implementasikan masih jauh dari panggang api. Perempuan NTT, umumnya dan Manggarai, khususnya masih tidak gubris dengan berpolitik. Dampaknya kebijakan politik yang berpihak pada kaum perempuan masih sebatas angan-angan dan impian, kalau mau disebut seperti itu. Hak-hak politik kaum perempuan dipangkas sendiri oleh kaum perempuan itu. Ini sangat merugikan bagi kaum perempuan itu sendiri sehingga dominasi politik kaum laki-laki masih sangat terasa dalam kehidupan sosial kemasyarakatan, birokrasi dan lembaga parlemen dan juga pimpinan Partai Politik sendiri.

Politik Itu Keren dan Asyik

Tema yang diusung penulis, diluruskan oleh politisi Perempuan NTT dari Partai Hanura, yang juga Bakal Calon Legislatif NTT, Lusia R. Yosheline Lana saat diskusi lepas di Sekretariat Partai Hanura Manggarai Timur di Kampung Kembur, Kelurahan Peot, Kecamatan Borong, Sabtu, (13/5/2023).

Ia memaparkan perjuangannya bergabung di Partai Hanura NTT dan menjadi Ketua Srikandi Partai Hanura. Berangkat dari keluarga aktivitas yang selalu mengedepankan dialog dan diskusi terbuka di dalam keluarga tentang politik, ekonomi, budaya dan sosial kemanusiaan menginspirasinya untuk terlibat dalam politik praktis melalui jalur partai politik. Tidak ada politik praktis diluar Partai Politik.

Ia berpendapat bahwa perempuan masih minim terlibat di Partai Politik dan terjun ke politik praktis disebabkan sistem budaya patriarki yang masih kental ditengah-tengah masyarakat. Stigma yang masih kental di tengah-tengah masyarakat, baik Perempuan dan Laki-Laki bahwa Partai politik dan politik praktis masih milik kaum maskulin.

Sementara regulasi di Undang-Undang Dasar Republik Indonesia dan Konvensi PBB bahwa hak berpolitik dan politik itu sama, sederajat, setara antara kaum feminin dan maskulin. Semua memiliki hak sama politik dan Partai Politik.

Selama tujuh tahun, ia amati kecenderungan Partai Politik dalam budaya patriarki bahwa hanya kaum laki-laki yang berkuasa di Partai Politik. Sistem patriarki masih mengebiri hak-hak kaum perempuan berpolitik dan politik praktis.

Stigma sosial dan politik bahwa kaum perempuan hanya sebatas mengurus hal-hal domestik dalam lingkaran Partai Politik seperti mengurusi konsumsi dan lain sebagainya. Kaum perempuan yang menjadi anggota Partai Politik belum setara dalam menyatakan pendapat secara terbuka. Untuk itu, ia ingin membongkar stigma itu bahwa kaum perempuan juga memiliki sumber daya manusia yang handal dan memahami politik serta politik praktis. Bahwa kaum perempuan juga cerdas berpolitik dan politik praktis.

Politik dan berpolitik hak semua orang, baik perempuan maupun laki-laki

Untuk itu, selama berkiprah di Partai Hanura, ia merasakan kesetaraan dalam menyatakan pendapat di berbagaj pertemuan internal dan kegiatan partai tingkat regional bahkan dipilih menjadi Ketua Srikandi Partai Hanura NTT.

Perempuan Bangkit Berkiprah di Politik Praktis

Ketua DPC Partai Hanura Manggarai Timur, Frumensius Fredrik Anam dan Sekretaris Partai Hanura Manggarai Timur, Rikardus Runggat saat diskusi yang dipandu oleh Apolonarius Davianus menyatakan Partai Hanura memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada kaum perempuan untuk menjadi anggota Partai Hanura. Bahwa Partai juga membela hak-hak politik perempuan. Perempuan harus berani bersuara dan berpendapat untuk mendukung sesama kaum perempuan dalam politik praktis. Regulasi sudah memberikan kesempatan kepada perempuan dengan kuota 30 persen untuk menjadi calon legislatif.

Setiap waktu, kita terus bersuara untuk kesetaraan gender dalam berbagai bidang, termasuk berpolitik. Hanya kembali kepada sesama kaum perempuan untuk mendukung sesama perempuan. Selain itu, partai politik tidak bisa memaksa kaum perempuan untuk bergabung di Partai politik, sebab bukan sebuah kewajiban, walaupun memiliki hak yang sama. Selain itu, setiap orang, baik perempuan dan laki-laki memiliki pilihan masing-masing dalam memperoleh pekerjaan.

Markus Makur, Rosis Adir dan Damianus Babur, tiga wartawan yang terlibat diskusi lepas itu menyatakan bahwa hasil pengamatan lapangan dan fakta bahwa setiap kali ada hayatan Pemilihan Umum Legislatif,.Partai Politik sangat sulit mencari bakal calon legislatif dari kaum perempuan. Itu disebabkan, kurangnya kader perempuan di dalam sebuah organisasi Partai Politik. Bahkan, kaum perempuan sangat minim menjadi pengurus Partai Politik,.tentu dengan berbagai pilihan masing-masing. Kami selalu berdiskusi di Komunitas Cenggo Inung Online (CIKO) Manggarai Timur tentang hak-hak perempuan dalam berpolitik. Mengapa perempuan tidak tertarik dalam politik praktis dan bergabung di organisasi Partai Politik.

Hal-hal ini sebaiknya diperbincangkan secara terus menerus dengan melibatkan kaum perempuan agar mereka berani bergabung di organisasi partai politik. Sebaiknya pikiran dan hati perempuan diisi dengan teori-teori politik agar memiliki pemahaman tentang politik praktis yang juga merupakan hak mereka (perempuan)

Politik itu Jalan Keselamatan

Dalam buku Menggereja di Indonesia Percikan Kekatolikan Sekarang, Prof Dr Franz Magnis-Suseno, SJ halaman 41 mengatakan, perlu diperhatikan, bahwa demokrasi tidak berarti bahwa kita memilih yang terbaik, melainkan, kalau kita berpendapat bahwa semua calon buruk, kita memilih yang kurang buruk di antara mereka yang buruk itu.

Politik itu seni menggulingkan lawan dan memenangkan kawan. Tapi kadang-kadang kawan juga dalam satu institusi partai politik digulingkan demi memenangkan lawannya. Tidak ada kawan dan lawan dalam perpolitikan. Yang ada hanya kepentingan kekuasaan, uang, harta dan kehormatan. Yang ada dalam diri seorang politisi adalah kepentingan demi kepentingan. Pertanyaan refleksinya, kepentingan seperti apa yang diinginkan para politisi?
Dalam Buku Sakramen Politik, Eddy Kristianto, OFM mengatakan, politik itu jalan keselamatan. Politik itu suci. Begitu banyak buku yang memaparkan tentang politik. Bagi penulis, politik itu adalah satu pandangan hidup yang didalamnya ada kepentingan diri, kelompok, keluarga dan rakyat. Puncak dari karier seorang politisi adalah kuasa, uang, perempuan dan harta.

Dalam buku Kebenaran dan para kritikusnya mengulik idea besar yang memandu zaman kita, Prof Dr. Fransisco Budi Hardiman menyatakan politik tanpa fakta bisa menyesatkan. Pengadilan tanpa fakta berubah menjadi ketidakadilan dan kebohongan. Sains tanpa fakta tak ubahnya dengan gosip yang membahayakan. Media tanpa fakta akan menyebarluaskan kebohongan yang akan menghancurkan masyarakat. Fakta adalah kebenaran, dan hal itu seperti disinggung di atas, adalah prestasi modernitas. Masalah muncul jika pemahaman kekenaran disempitkan hanya pada pada fakta sehingga fakta hanyalah satu-satunya jenis kenenaran. Fakta dianggap sebagai ‘keseluruhan kebenaran’, padahal mustahil kita mengetahui keseluruhan kebenaran itu. (Hal. 24-25)

Arti Partai dan Partai Politik

Arti partai di KBBI adalah: perkumpulan (segolongan orang) yang seasas, sehaluan, dan setujuan (terutama di bidang politik);. Sedangkan arti Partai Politik adalah organisasi yang bersifat nasional dan dibentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita-cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dikutip dari wikipedia, Senin, (15/5/2023).

***