BIDIKNUSATENGGARA.COM | Suatu senja yang hilang, takkala matahari pergi meninggalkan bumi. Angin sepoi berhembus perlahan, dan sekujur tubuhku mulai terasa dingin. Saya beranjak dari tempat dudukku di serambi depan rumah untuk menutup semua jendela dengan kain gorden, seperti biasanya dalam rutinitas senja hari.
Dalam ketidakdisengajaan, tatapan mataku menembus dinding tembok dan terfokus pada sebuah foto berbingkai yang terpajang rapi. Di sana tertulis dengan indah:
“KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA TIMUR” PIAGAM PENGHARGAAN
Kepala Kepolisian Daerah Nusa Tenggara Timur memberikan penghargaan kepada: MARIA GS RATNA di Kabupaten Manggarai, atas upaya serta dukungan yang diberikan dalam rangka MEMBANTU TUGAS POLRI MENYELESAIKAN KASUS KEKERASAN TERHADAP PEREMPUAN.
Kupang, 01 Juli 2006. KEPALA KEPOLISIAN NUSA TENGGARA TIMUR Tertanda Drs. R.B SUDARUM, S.H Brigadir Jendral Polisi.
Saya tertegun menatap bingkai itu, merenung dan mengingat kembali kenangan indah beberapa tahun silam. Kenangan akan kolaborasi yang luar biasa dengan Polri dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), saat maraknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak serta KDRT.
Dalam menghadapi fenomena tersebut, Polri menunjukkan wajah humanisnya, lebih mengutamakan dialog dan penyelesaian secara persuasif sebelum mengambil tindakan tegas sesuai peraturan yang berlaku. Saya sangat mengapresiasi pendekatan humanis ini, sejalan dengan slogan Polri, “Untuk melindungi dan melayani.”
Polisi dan Kolaborasi Multi Pihak
Setiap suku bangsa, termasuk suku-suku di Kabupaten Manggarai dan Manggarai Timur, memiliki kearifan lokal dalam menyelesaikan permasalahan masyarakat, khususnya kasus-kasus delik aduan. Masyarakat Manggarai memiliki lembaga adat yang disebut forum LONTO LEOK, yang berfungsi sebagai pengadilan alternatif berbasis kearifan lokal.
Proses penyelesaian melalui forum ini melibatkan segala komponen masyarakat, seperti tokoh adat, tokoh agama, aktivis perempuan, serta partisipasi Polri untuk menjaga kamtibmas. Unit Bina Mitra berperan penting dalam proses tersebut, sehingga hampir semua kasus diselesaikan secara internal kekeluargaan, kecuali untuk kasus pidana berat seperti kekerasan yang berujung maut.
Dalam pendekatan berbasis budaya ini, para pelaku tetap mendapatkan sanksi hukum, bahkan sanksi sosial adat yang lebih berat. Selain itu, penyelesaian melalui forum LONTO LEOK sering kali berakhir bahagia, dengan pihak-pihak yang saling memaafkan dan berdamai. Hubungan sosial yang sempat renggang dapat dipulihkan, mengembalikan persatuan, kesatuan, serta keharmonisan sosial.
Kolaborasi multi pihak, khususnya dengan pihak kepolisian, memberikan dampak positif. Kehadiran Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) kami sebagai ujung tombak dalam mempromosikan kesetaraan gender dan pencegahan KDRT mendapat dukungan penuh dari polisi. Dalam upaya menyelesaikan kekerasan terhadap perempuan dan anak serta KDRT, kepolisian sangat mendukung penyelesaian secara adat berdasarkan kearifan lokal, yang diwariskan dan dipraktikkan secara turun-temurun. Pendekatan ini tidak hanya menunjukkan wajah Polri yang humanis, tetapi juga membantu mengurangi beban Polri dalam menangani berbagai kasus di masyarakat.
Terobosan Polri dalam menjalin kemitraan dengan berbagai pihak sesuai dengan harapan masyarakat. Selama ini, pendekatan hukum positif tidak selalu menghadirkan rasa keadilan, terutama bagi masyarakat kecil. Keadilan sejati yang seharusnya menjadi mahkota dari hukum sering kali diperdagangkan, di mana frasa “No money no justice” dan “No viral no justice” mencerminkan realita yang ada.
Merindukan Polisi Humanis
Sebagai aktivis perempuan yang tinggal di Kabupaten Manggarai Timur dan seringkali terlibat dalam berbagai persoalan sosial kemasyarakatan, saya merasa dihormati dan bangga dengan hadirnya polisi di bawah komando AKBP Suryanto sebagai Kapolres Manggarai Timur dan Ketua Bayangkari Megawati Suryanto. Mereka selalu menunjukkan empati terhadap situasi orang-orang yang termarjinalkan di tengah masyarakat. Beberapa anggota polisi di Polres Manggarai juga aktif membantu masyarakat kurang mampu dengan memanfaatkan akses mereka ke berbagai donatur yang baik hati.
Ini adalah contoh nyata Polisi Humanis yang sangat didambakan oleh seluruh masyarakat di Republik Indonesia. Dengan perayaan HUT Bhayangkara ke-79, semoga peran aktif Polisi Humanis tidak hanya mengubah citra polisi sebagai aparat penegak hukum yang kaku, tetapi juga membangun kembali kepercayaan publik terhadap Polisi yang memiliki hati nurani, kasih sayang, empati, dan belarasa kemanusiaan.
Polisi diharapkan dapat menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada warga dengan cara yang lebih manusiawi dan tetap menghormati hak serta martabat manusia.
Menurut pendapat saya, peran-peran Polri yang diharapkan mencakup: menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat; menegakkan hukum tanpa pandang status sosial; memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan dengan hati nurani yang tulus; menggunakan kearifan lokal dan berkolaborasi dengan berbagai pihak di komunitas; membangun kepercayaan publik; mencegah tindak kriminal; bertindak sebagai mediator yang baik dalam konflik; beradaptasi dengan perubahan; serta menjunjung tinggi etika dan HAM.
Hemat saya, dengan menetapkan peran-peran tersebut, Polisi Humanis dapat membangun citra positif dan wibawa Polri di mata masyarakat, meningkatkan kepercayaan publik, dan mewujudkan keamanan serta ketertiban yang berkelanjutan.
Diharapkan agar pola pendekatan budaya lokal di setiap wilayah di NTT dapat dijadikan rujukan dalam penyelesaian kasus-kasus pidana ringan, sehingga rumah tahanan hanya dihuni oleh para pelaku kejahatan berat.
Dengan mengucapkan Dirgahayu HUT Polri ke-79, saya yakin segenap jajaran Polri semakin bersemangat memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat. Polisi Humanis dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat ketika setiap polisi menyadari tugas dan tanggung jawabnya, baik sebagai penegak hukum maupun abdi negara yang melayani dan mengayomi masyarakat.
Khususnya di wilayah Polda NTT, saya menghimbau agar Polisi Humanis dapat berkolaborasi dengan berbagai pihak di tingkat masyarakat dengan mengedepankan kearifan budaya lokal untuk mencegah dan menyelesaikan berbagai kasus di masyarakat. Polisi Humanis yang profesional menjadi harapan masyarakat dalam menjaga Kamtibmas serta menciptakan kehidupan yang berkeadilan dan berkemanusiaan.. Semoga.**