BIDIKNUSATENGGARA.COM | Puncak Perayaan Hari Pers Nasional (HPN) 2025 di Kabupaten Malaka tak hanya ditandai dengan pemotongan tumpeng sebagai ungkapan syukur bersama, tetapi juga disertai dengan ramah tamah yang meriah di panggung lapangan Umum Betun. Suasana penuh kegembiraan terpancar di wajah para wartawan dan beberapa mantan wartawan senior yang hadir, menciptakan momen kebersamaan yang penuh makna. Minggu, (9/2/25)
Arti dari pemotongan tumpeng sendiri sangat dalam, sebagai simbol harapan, keberhasilan, dan kesatuan dalam menjalankan tugas mulia sebagai jurnalis.
Ketua Panitia Penyelenggara Perayaan HPN 2025 di Kabupaten Malaka, Cyriakus Kiik, mengungkapkan rasa gembiranya karena bisa bersama seluruh wartawan yang bertugas di Kabupaten Malaka merayakan momentum bersejarah yang tidak hanya memperingati keberadaan pers, tetapi juga mengingatkan akan tanggung jawab besar yang diemban.
Dia menyatakan, “Hari Pers Nasional adalah saat kita merayakan pencapaian, namun juga bisa menjadi refleksi untuk meningkatkan kualitas kerja kita,” tandas Cyriakus Kiik, salah satu wartawan senior di Kabupaten Malaka.
Dalam suasana perayaan tersebut, Cyriakus menekankan pentingnya momen ini untuk membangkitkan kesadaran dan semangat para insan pers.
Ia berpendapat bahwa HPN 2025 harus dijadikan sebagai momentum untuk terus berkarya dan berkontribusi dalam mendorong percepatan pembangunan di Kabupaten Malaka, yang terletak di perbatasan Indonesia dan Timor Leste (RI-RDTL).

Ia pun menyampaikan harapannya agar para jurnalis semakin dari waktu ke waktu bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi informasi demi memenuhi kebutuhan masyarakat terhadap informasi yang akurat dan tepat waktu.
Dia juga menegaskan bahwa di tengah dinamika perbatasan negara, tugas jurnalis semakin berat karena bukan hanya harus menyampaikan informasi, tetapi juga menjaga professionalisme dan kehormatan demi kedaulatan negara.
“Sebagai Wartawan Perbatasan, tentu kita harus kerja profesional dan ikut menjaga kehormatan dan kedaulatan negara di Kawasan Perbatasan RI-RDTL melalui karya-karya jurnalistik yang diemban,” ujarnya dengan tegas.
Acara ini melibatkan empat organisasi pers yang berpengaruh di Kabupaten Malaka, yaitu Jaringan Media Siber Indonesia (JMSI), Serikat Media Siber Indonesia (SMSI), Aliansi Wartawan Independen (AWI), dan Komunitas Wartawan Perbatasan (KONTAS). Kolaborasi antar organiasi ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat solidaritas antarsesama wartawan serta memperbaiki citra profesi di mata hukum dan masyarakat.
Usai pemotongan tumpeng, acara dilanjutkan dengan diskusi yang melibatkan beberapa mantan wartawan senior yang telah berpengalaman luas. Diskusi tersebut mengupas berbagai persoalan yang dihadapi oleh wartawan di Kabupaten Malaka, termasuk tantangan menghadapi oknum-oknum wartawan yang tidak memahami kode etik jurnalistik.

Terpantau, sejumlah wartawan sepakat untuk melindungi marwah profesi wartawan dari oknum-oknum yang menyalahgunakan profesi tersebut.
Frido Raebesi, salah satu wartawan dalam forum tersebut, mengungkapkan keprihatinannya atas maraknya individu yang mengaku sebagai wartawan namun tidak memenuhi standar jurnalistik yang ditetapkan.
Ia menekankan bahwa oknum-oknum tersebut sering kali mengabaikan etika profesi, melakukan wawancara tanpa kedalaman substansi, dan menulis berita dengan cara yang tidak bertanggung jawab.
“Situasi ini tidak hanya merugikan martabat kami sebagai wartawan, tetapi juga masyarakat luas yang berhak mendapatkan informasi yang berkualitas,” ujarnya.
Frido menambahkan pentingnya sosialisasi dan pendidikan jurnalistik bagi wartawan muda yang belum mengikuti Uji Kompetensi Wartawan (UKW), agar mereka memahami kode etik, dan berkomitmen pada kualitas jurnalistik.
Ia pun mengingatkan tren menjamurnya portal berita yang dikelola oknum tidak bertanggung jawab yang hanya menduplikasi rilis berita tanpa melakukan pengolahan data dan analisis, yang sangat berbahaya bagi integritas informasi.
“Parahnya, mereka merasa lebih berhak menyandang gelar wartawan dibandingkan wartawan yang sesungguhnya. Bahkan, beberapa dari mereka berani meminta kompensasi untuk berita yang mereka tayangkan, sebuah tindakan yang jelas merusak citra profesi,” ungkapnya dengan nada serius.
Oleh karena itu, Frido berharap agar keempat organisasi pers tersebut lebih aktif dalam membina setiap anggotanya agar meningkatkan pengetahuan menjalankan fungsi pers secara efektif dan profesional. *(Ferdy Bria)