Opini  

Wajah Caleg Terpilih dan Epifani Wajah ‘Yang Lain’

BIDIKNUSATENGGARA.COM | Pasca ditetapkannya hasil rekapitulasi perolehan suara Pemilu 2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Malaka pada 4 Maret 2024 silam, muncul foto-foto para Calon Legislatif (Caleg) peraih suara terbanyak di masing-masing Daerah Pemilihan (Dapil) di Malaka, yang disebarkan di berbagai media sosial seperti Facebook (FB), dan WhatsApps (WA) .

Tersirat beragam aura wajah para Caleg, ada yang menebar senyum sumringah, ada tawa, ada yang tampak serius, ada juga yang menampakkan kepolosan wajahnya. Rupa-rupa wajah tersebut merupakan ekspresi wajah pemenang suara terbanyak pada Pemilu 2024 silam.

Namun, apa arti dibalik aura wajah-wajah tersebut? Terlepas dari makna wajah secara biologis, yang mengafirmasi kejelasan identitas para Caleg secara fisik, entah parasnya yang ganteng, dan cantik, berwibawa, dan anggun, akan tetapi dibalik aura wajah-wajah tersebut menyimpan sejuta realitas sekaligus harapan dari wajah ‘yang lain’. Realitasnya bahwa masih terdapat beragam problematika dalam berbagai bidang kehidupan manusia baik itu sosial, budaya, politik, ekonomi, kesehatan, hukum, pendidikan, lingkungan hidup, HAM, dan lain bidang kehidupan lainnya, yang semestinya diatensi oleh para Caleg.

Litani problematika tersebut senantiasa terpancar pada bayang-bayang wajah para Caleg terpilih yang melek mata, dan peka hatinya. Sementara eksistensi wajah ‘yang lain’ tetaplah menggugah sekaligus menggugat hati para Caleg terpilih untuk mampu menunjukkan tanggung jawab etisnya dalam menyapa kehadiran wajah ‘yang lain’.

Emmanuel Levinas, seorang Filsuf Kontemporer asal Perancis menjelaskan tentang konsep wajah ‘yang lain’ ini bahwa wajah merupakan kehadiran orang lain sebagai ‘yang lain’ orang lain menurut keberlainannya. Penampakan (epifani) wajah bukanlah fenomena fisis-psikologis melainkan sebuah fenomena etis. Yang dimaksud dengan wajah ‘yang lain’ yaitu subjek yang termanifestasi dalam diri para yatim piatu, janda, fakir miskin atau kaum marginal. Kehadiran mereka adalah sebuah sapaan bagi para Caleg. Tidak perlu mereka berteriak minta tolong atas nasib pendiritaan hidup mereka yang berkepanjangan, tidak perlu mereka menguras tenaga, berjalan tertatih-tatih, memperjuangkan hak mereka sebagai warga negara. Akan tetapi sesungguhnya kehadiran mereka adalah sebuah sapaan.

Kehadiran mereka adalah sebuah bisikan bagi para Caleg untuk dapat menunjukan keberpihakan, dan kepekaan sosialnya dalam menuaikan kesejaterahan hidup sesama. Para Caleg terpilih, dengan beragam aura wajah yang sudah kita kenal, tentu mengenal baik siapakah sesungguhnya wajah ‘yang lain’ itu? Para Caleg terpilih tentu paham akan tugas, dan tanggung jawab moril mereka terhadap ‘yang lain’. Ingatan para Caleg terpilih pasti masih segar akan janji-janji politik yang disampaikan saat kampanye.

Dalam benak para Caleg tersimpan berbagai harapan dari ‘yang lain’ yang seharusnya nanti diwujudkan para Caleg terpilih. Entah kehadiran wajah ‘yang lain’ itu dapat mengganggu, dan menggugat nurani bahkan menjadi beban bagi para Caleg, namun bisa saja peran mereka sangatlah urgen dalam sepak terjang, perjalanan serta keberhasilan para Caleg meraup perolehan suara pada perhelatan Pemilu 2024 silam. Kita tidak pernah tahu, manakala terjadi perselisihan satu atau dua suara dalam penetapan hasil rekapitulasi suara para Caleg, jangan sampai satu atau dua suara itu merupakan representasi suara dari wajah ‘yang lain’. Oleh karena itu, sebagai bentuk ungkapan terimakasih serta rasa tanggung jawab etis para Caleg terpilih terhadap ‘yang lain’, hal yang semestinya diperbuat para Caleg terpilih yakni selalu memiliki kepekaan dalam menyapa kehadiran ‘yang lain’.

Kita tidak ingin menyaksikan aura wajah para Caleg yang terlihat selama momen politik, dengan balutan senyuman, kewibawaan, dan keanggunan menjadi sirna, berubah menjadi wajah yang culas, apatis bahkan serakah terhadap penderitaan hidup wajah ‘yang lain, mereka yang miskin atau yang marginal. **