BETUN,Bidiknusatenggara.com-Pemuka adat Tolus Bauna Weoe di Kabupaten Malaka, Provinsi NTT sangat menyesalkan pencanangan sepihak Pelestarian kembali Hutan Adat Wemean di Kecamatan Malaka Barat-Wewiku oleh masyarakat hukum Adat Lootasi Betaran yang dihadiri Bupati Malaka, Simon Nahak didampingi Kapolres Malaka dan Dandim 1605/Belu, Jumat, (29/9/22).
Pencanangan Pelestarian kembali Hutan Adat Wemean di Kabupaten Malaka secara sepihak tanpa melibatkan masyarakat hukum adat Tolus Bauna bisa berpotensi menimbulkan konflik horisontal dan perpecahan ditengah masyarakat.
Masyarakat Hukum Adat Tolus Bauna juga sangat menyayangkan Bupati Malaka, Simon Nahak yang dinilai ingkar janji tidak mempertemukan dua kelompok masyarakat yang bersengketa tetapi secara sepihak melakukan pelestarian kembali hutan adat Wemean.
Salah satu solusi yang perlu ditempuh yakni Pemerintah perlu memfasilitasi pertemuan dua kelompok masyarakat yang berselisih (Masyarakat adat Lootasi Betaran dan Tolus Bauna) untuk mencarikan solusi sekaligus bersama-sama melestarikan kembali hutan adat tersebut.
Demikian intisari pendapat yang dihimpun dari Tokoh Masyarakat Desa Weoe, Paulus Seran Ba’e dan Anselmus Nahak oleh tim media, Kamis (6/10/22).
Tokoh masyarakat Desa Weoe, Paulus Seran Ba’e kepada wartawan mengatakan sangat menyesalkan peristiwa pencanangan pelestarian kembali hutan adat Wemean yang dimotori Komunitas masyarakat adat Lootasi Betaran yang mendapatkan dukungan dan dihadiri Bupati Malaka, Kapolres Malaka dan Dandim 1605/Belu.
Katuas Paulus mengatakan dirinya sangat menyesalkan peristiwa pencangan Pelestarian kembali Hutan Adat Wemean yang tidak melibatkan komunitas masyarakat adat Tolus Bauna Weoe padahal sengketa hutan adat tersebut sudah diketahui Bupati Malaka, Simon Nahak dan sudah dilaporkan ke Polres Belu sejak 5 tahun lalu bahkan sudah dilaporkan ke Polres Malaka sebanyak dua kali untuk diselesaikan.
Sebagai masyarakat adat patut disesalkan keputusan Bupati Malaka, Simon Nahak melakukan dan mendukung masyarakat adat Lootasi Betaran untuk melestarikan kembali hutan adat Wemean tanpa melibatkan Tokoh Adat Tolus Bauna padahal sudah disampaikan ke Bupati Malaka, Simon Nahak untuk dilakukan mediasi dan penyelesaian yang melibatkan kedua kelompok masyarakat adat yang bersengketa.
Dikatakannya, Sekitar Bulan Maret 2022 Fukun Tolus Bauna mendatangi Bupati Malaka, Simon Nahak di Kantor Bupati Malaka menyampaikan persoalan hutan adat Wemean termasuk upaya-upaya untuk penyelesaiannya namun belum juga direalisasi Bupati Simon.
“Setelah itu ada pesta kenduri yang dihadiri juga Bupati Malaka, Simon Nahak sempat terjadi kekacauan di acara kenduri tersebut. Untuk menenangkan situasi, Bupati Malaka, Simon Nahak dihadapan para Fukun Tolus Bauna-Weoe menjanjikan untuk pertemukan Fukun Tolus Bauna-Weoe dengan Fukun Lootasi Betaran”, ujarnya.
Selanjutnya, kata Paulus, tidak ada berita dari bupati Malaka sehingga ada inisiatif orang tua adat mendatangi Bupati Simon mempertanyakan tindak lanjut rencana pertemuan kedua belah pihak untuk menyelesaikan sengketa hutan adat Wemean dan disanggupi Bupati untuk mempertemukan kedua pihak namun anehnya tidak ada tindak lanjut hingga acara pencanangan pelestarian kembali hutan adat Wemean yang dihadiri Bupati Malaka, Simon Nahak, Kapolres Malaka dan Dandim 1605/Belu di lokasi hutan adat Wemean di Baiba-Desa Halibasar, Jumat lalu.
“Kami justru mengetahui rencana pelestarian kembali hutan adat itu pada Copian Surat dari kades Desa Tetangga terkait Pelestarian kembali hutan adat Wemean tetapi anehnya tidak ada surat dari pemerintah yang ditujukan kepada Para Fukun Tolus Bauna Weoe. Setelah dicermati surat itu ternyata ada susunan kepanitiaan. Dalam kepanitiaan itu pihak pemerintah juga terlibat didalam kepanitiaan diantaranya Para Kades tetangga dan Camat Wewiku masuk didalam kepanitiaan termasuk dari pihak Keamanan dari Polsek Wewiku dan pihak TNI”, ujarnya.
Dikatakannya, pada Tgl 29/9/2022 para perwakilan tetua adat mendatangi Camat Wewiku, Yohanes Klau mempertanyakan rencana pelestarian hutan adat Wemean yang statusnya masih bermasalah dan belum ada kejelasan dan tidak melibatkan Fukun Tolus Bauna, apalagi mau buat hajatan sepihak.
“Camat Wewiku kepada para tua adat mengatakan akan berkoordinasi dengan Bupati Malaka terkait pengaduan masyarakat yang intinya meminta supaya pertemuan adat di Hutan Wemean ditunda hingga persoalannya selesai apalagi belum ada rembuk bersama kedua pihak”
Lanjut Katuas Paulus, “sekitar jam 17.00 Wita, sore harinya Camat Wewiku menyampaikan kepada Fukun Tolus Bauna melalui pesan whatsapp bahwa sesuai informasi bupati bahwa kegiatan di hutan Wemean tidak bisa ditunda lagi, dan sesuai pesan Whatsapp itu Camat mengatakan sesuai pesan Bupati Simon bahwa acara di Wemean tidak bisa ditunda karena undangan sudah beredar, bila ditunda maka orang Desa Halibasar tidak percaya lagi dengan Bupati”, ungkapnya.
Sementara itu Katuas Uma Badaen-Weoe, Anselmus Nahak kepada wartawan mengatakan
selama ini pihak Fukun Tolus Bauna Weoe selalu proaktif mengundang Para Fukun Lootasi Betaran untuk membicarakan hal tersebut di rumah adat namun mereka tidak hadir.
“Masalah hutan adat Wemean sudah diurus beberapa kali baik di desa, Camat bahkan di Polres Belu beberapa kali hingga di Polres Malaka sebanyak 2 kali saat kepemimpinan Kapolres Malaka, Albert Neno tetapi dikembalikan ke Desa untuk diurus secara adat dan hingga kini belum ada kejelasan”
Katuas Uma Badaen Anselmus mengatakan, patut disesalkan karena pada Hari Jumat, tanggal 30/9/2022 acara tetap digelar di Baiba yang dihadiri Bupati Malaka, Simon Nahak, Kapolres Malaka dan Dandim 1605/Belu tanpa melibatkan masyarakat adat Tolus Bauna.
“Kita juga patut sesalkan karena pada hari yang sama setelah acara pencanangan (Jumat) sekitar Pukul 17.00 Wita ada kebakaran rumah tinggal didalam kawasan hutan adat, merusak mesin pompa air dan tanaman jagung disekitar rumah yang terbakar ikut dirusak pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab”, ujarnya.
Bupati Malaka, Simon Nahak ketika dikonfirmasi tim media , (2/10/2022) hanya memberi jawaban singkat.
“Jawaban saya singkat saja nai, apapun masalahnya harus diselesaikan secara adat Sabete Saladi, Hakneter Hak Taek, sesuai Sila Kedua 2 dan 4 Pancasila, Sorry lagi padat giat, thanks”, ujarnya singkat melalui pesan Whatshapp. (***/tim)