News  

Cerita Miris Wartawan Yang Melekat Sebagai Warga di NTT Disomasi

Markus Makur, Anggota Forum Jurnalis Flores-Lembata (FJF-L) NTT

bidiknusatenggara.com-Wartawan Indometro.id, Damianus Babur, melekat sebagai warga Negara Indonesia dan jurnalis warga (citizen journalism) di Kabupaten Manggarai Timur, Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki hak-hak asasi manusia untuk menyampaikan kebebasan berekspresi di sosial medianya, baik tiktok, facebook, snackvideo, twitter, instagram dan lain sebagainya berhubungan dengan platform media digital. Selain hasil produk karya jurnalistik yang dianut seorang wartawan, di era digital saat ini juga dengan kemudahan platform sosial media melekat sebagai warga untuk menjalankan karya jurnalisme warga (citizen journalism) yang mendiskusikan perbincangan publik di sosial media, baik yang dilakukan oleh penguasa yang sudah diberi kuasa oleh rakyat untuk mengabdikan dirinya pada pelayanan publik maupun persoalan sosial, infrastruktur dasar seperti air minum, jalan rusak dan lain sebagainya wajib dilaksanakan oleh penguasa yang sudah mendapatkan kekuasaan dari rakyat kepada penguasa tersebut untuk benar-benar menerapkan kebijakan yang berpihak pada rakyatnya.

Apalagi diduga ada oknum pejabat yang secara terang-terangan yang tidak memiliki kewenangan untuk menyampaikan sesuatu hal yang bukan kewenangannya di depan publik dan disaksikan publik. Bagi seorang wartawan yang melekat sebagai warga dan jurnalis warga (citizen journalism) wajib mengabadikan momen itu, entah diambil dengan foto dan video. Tanpa seijin oknum tersebut. Sebab oknum pejabat tersebut berstatus pejabat publik yang digaji oleh anggaran Negara. Segala hal yang diperbincangkan oknum pejabat publik itu dan disampaikan  di ruang publik wajib diabadikan. Apalagi oknum pejabat itu menyampaikan sesuatu yang bukan kewenangannya. Bahkan oknum pejabat itu menyampaikan sesuatu aset negara yang bukan kewenangannya untuk menyampaikan kepada oknum pejabat yang lebih tinggi diluar birokrasi. Ada Etika birokrasi yang sudah diketahui oleh oknum pejabat itu, tapi dengan seenaknya melanggar dan menyampaikan hal itu yang diluar kewenangan sebagai birokrasi. Bisa ditafsir bahwa oknum pejabat mengambil kewenangan dari pemimpin yang lebih tinggi dari oknum tersebut. Ada regulasi birokrasi apabila menawarkan aset Negara, khususnya aset daerah kepada lembaga lain. Benar-benar memalukan oknum pejabat itu yang mengambil kewenangan pimpinan instansi maupun kepala daerahnya. Banyak tafsiran bebas, saat oknum itu menyampaikan sesuatu yang bukan kewenangan, jangan, jangan oknum itu mengambil alih pimpinan maupun kepala daerahnya.

Seperti yang terjadi dan dialami oleh wartawan Indometro.id,Damianus Babur yang melekat sebagai warga Negara Indonesia di Kabupaten Manggarai Timur sebagaimana diceritakan kepada penulis bahwa, Sabtu, (13/5/2023), ada kunjungan Kapolda NTT, Irjen Pol Johni Asadoma didampingi petinggi Polda NTT lainnya melakukan acara tatap muka dengan Pemda Manggarai Timur, tokoh masyarakat Manggarai Timur. Semua acara seremonial sudah selesai, seperti sambutan dan ucapan selamat datang dari Pemda Manggarai Timur sudah selesai. Setelah itu, dilanjutkan dengan sesi foto bersama dengan seluruh pejabat daerah Kabupaten Manggarai Timur bersama dengan Kapolda NTT. Oknum pejabat dari salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) juga ikut foto bersama dilanjutkan dengan meminta foto tersendiri dengan Kapolda NTT. Sesudah foto, pejabat lain sudah kembali duduk di kursi masing-masing dan sebagian sudah jalan. Tiba-tiba oknum pejabat itu berbincang-bincang dengan Kapolda NTT untuk menyampaikan terima kasih atas kerja sama dari aparat penegak hukum (APH) terhadap penangan Covid19, stunting dan beberapa hal lainnya termasuk menawarkan tanah dan gedung untuk dibangunkan pos polisi (pospol), sebagai seorang wartawan yang melekat sebagai warga negara mengabadikan perbincangan pejabat publik di ruang publik dengan video. Aneh dan lucunya, oknum pejabat yang tidak memiliki kewenangan sesuai untuk menyampaikan hal itu dari etika kepemerintahan dan struktur organisasi perangkat dengan sangat transparans menawarkan aset daerah kepada Kapolda NTT yang notabene dari sisi etika kepemerintahan tidak selevel. Dan sebagaimana regulasi yang kita ketahui bahwa yang memiliki kewenangan untuk menawarkan aset daerah ke lembaga lain adalah kepala daerah dengan mendapatkan persetujuan lembaga legislatif apabila ada kebutuhan prioritas bagi daerah.

Akan menjadi preseden buruk kedepannya di lembaga eksekutif apabila oknum bawahan mudah sekali melanggar etika komunikasi dalam sistem pemerintahan dan regulasi yang mengikat oknum birokrasi. Memalukan sekaligus menjijikkan perilaku oknum pejabat publik yang gampang sekali menawarkan aset Negara atau aset daerah ke lembaga lain yang dilakukan oknum bawahan. Tanpa ada pembicaraan internal yang melibatkan eksekutif dan legislatif untuk mengambil sebuah keputusan dalam menawarkan sebuah aset daerah. Biasanya, kalau eksekutif mempertimbangkan untuk menghibahkan aset daerah, terlebih dulu ada pengajuan dari lembaga lain dengan pertimbangan sangat urgens. Tapi, tidak semena-mena oknum bawahan dengan kapasitasnya yang terbatas menawarkan aset daerah yang memiliki sertifikat resmi. Ada struktur di birokrasi dengan kewenangan masing-masing.

Pejabat publik yang tidak mau dikritik dan tidak mau dipublikasikan kata-kata dan kegiatannya adalah bakal bibit pemimpin yang otoriter. Pemimpin yang terlalu mengagungkan jabatan. Adalah pemimpin sombong yang melihat masyarakat hanya sebagai sarana untuk menjadikan diri si pemimpin itu sebagai raja kecil dalam sebuah kabupaten yang lagi memperjuangkan kemanusiaan dan keadilan yang demokratis.

Menurut penulis, Ada banyak tafsiran, interpretasi dari publik dan internal lembaga eksekutif bahwa apa yang ditawarkan oknum bawahan itu merendahkan kepala daerah di hadapan lembaga lainnya.

Sewaktu perbincangan dua pejabat publik, penulis juga berada di lokasi dengan menjalankan aktivitas jurnalistik. Untuk diketahui bersama bahwa seorang wartawan itu melekat juga sebagai warga negara, jurnalisme warga yang berhak mengkritisi kebobrokan pejabat publik yang bekerja tidak sesuai regulasi. Ingat bahwa wartawan melekat warga sudah menyerahkan kekuasaannya kepada pemimpin daerah melalui proses demokrasi. Tentu, pemimpin daerah dan bawahannya yang digaji oleh uang rakyat bijak untuk melayani kepentingan rakyatnya. Pejabat publik harus belajar, memahami dan menerapkan etika pemerintahan yang mengatur dan mengikatnya.

Pejabat publik harus memahami secara luas profesi seorang jurnalis.  Seorang jurnalis itu selain bekerja dengan peralatan jurnalistiknya, seperti kamera, handphone, alat rekam, handycam yang mengabadikan apa yang dilakukan pejabat publik di ruang terbuka dan juga wartawan merekam dengan kamera hati, handphone hati serta disket otak, kartu memori hati dan otak. Oknum pejabat publik boleh saja menekan, mengintimidasi wartawan melekat sebagai warga untuk menghapus konten sosial media, tapi oknum pejabat publik tidak bisa menekan dan mengintimidasi hati dan otak wartawan yang sudah merekam pembicaraan publik di ruang publik. Apalagi kegiatan itu dalam  Oknum pejabat publik tidak sewenang-wenang dengan kekuasaannya yang diberikan warga melekat wartawan menekan dan mengintimidasi hati dan otak wartawan yang melekat sebagai warga negara yang setara dengan pejabat publik yang memiliki hak-hak asasi manusia, hak asasi dalam menyampaikan kebebasan berekspresi.

Selama pembicaraan di ruang publik, hati dan otak wartawan melekat sebagai warga menyimpan pembicaraan sepanjang masa. Wartawan bisa saja mengindahkan intimidasi dan tekanan dari oknum pejabat dengan menghapus konten sosial media dan itu mudah dilakukan, bahkan sekejap saja dihapus, tapi ingat bahwa memori yang disimpan di video hati dan otak tidak akan bisa dihapus sepanjang masa.

Sebagaimana penulis ketahui dan merekam komunikasi dengan wartawan online Indometro.id pasca diunggah pembicaraan dua pejabat publik itu di konten sosial media miliknya dan dikirim ke group whatsapp internal Badan Pengurus Forkoma Manggarai Timur dengan sedikit keterangan dan perdebatan dari konten itu, didalamnya ada petinggi Forkoma Manggarai Timur yang sedang berkuasa mungkin merasa terganggu dengan konten sosial media tersebut dan banyak pengurus FORKOMA, Penasehat dan anggota biasa memperdebatkan konten tersebut. Konten itu dibagikan keluar dari group internal tersebut dan diketahui oknum pejabat publik tersebut diluar Badan Pengurus Forkoma, bahkan oknum pejabat publik itu tidak menjadi anggota group internal. Bahkan, sebagaimana disampaikan wartawan Indometro.id kepada penulis, ada oknum anggota group Badan Pengurus yang sedang berkuasa melakukan komunikasi video call di aplikasi whatsapp, tapi ia abaikan. Kemungkinan besar ada oknum Yudas di dalam group internal Badan Pengurus tersebut demi menghancurkan sesama anggota Forkoma Manggarai Timur. Begitulah manusia rapuh. Ia mengatakan bahwa ia mengunggah di group internal Badan Pengurus FORKOMA sebagai anggota Forkoma dan group internal, bukan sebagai wartawan, yang notabene tidak dibagikan ke luar group tersebut. Lalu pertanyakan apakah group Badan Pengurus FORKOMA akan disomasi karena menerima konten yang dikirim anggotanya, dan disebarluaskan ke luar dari group tersebut yang akhirnya berdampak pada somasi kepada wartawan, melekat warga Indonesia di Manggarai Timur dan juga melekat sebagai anggota Forkoma Manggarai Timur. Admin group Badan Pengurus Forkoma Manggarai Timur harus bertanggung jawab karena tidak meminta kepada anggota groupnya untuk membagikan unggahan, diskusi, komentar maupun perdebatan di dalam internal group. Sebab itu bukan group publik. Selain itu, sebagai warga Negara Indonesia diatur dalam UUD 1945 untuk menyampaikan kebebasan berekspresi yang sesuai dengan fakta dan akurat. Selain di group internal Badan Pengurus FORKOMA, Damianus Babur sebagai warga negara mengirim konten tiktoknya di group whatsapp Peduli Manggarai Timur. Posisi Damianur Babur mengirim konten tiktok yang berisi percakapan dua pejabat publik di ruang publik sebagai warga terlepas dari profesinya sebagai wartawan. Sebagai warga negara melekat sebagai wartawan diperbolehkan oleh regulasi untuk menyampaikan unggahan di konten Tiktok atas apa yang dilakukan oleh pejabat publik. Akan dipersoalkan kalau wartawan yang melekat sebagai warga mengambil gambar dan video dari percakapan pejabat publik di kamar pribadi dan di ruang tertutup. Tentu hal itu bisa dilakukan dengan meminta ijin. Tapi, setiap pejabat publik yang berbicara di ruang publik tentang urusan pemerintah, wajib diabadikan baik oleh wartawan maupun warga sekaligus mengontrol agar pejabat publik tahu diri saat menyampaikan ke lembaga lain yang bukan kewenangannya.

Entah seorang oknum pejabat itu ada hubungan keluarga dengan Kepala Daerah, tetap menjaga etika komunikasi dan etika pemerintah yang mengatur pelayanan dari para pejabat. Tidak seenaknya menawarkan aset daerah tanpa persetujuan berbagai pihak yang diatur dalam undang-undang. Oknum pejabat itu tahu menempatkan diri dan tidak leluasa semaunya saja menyampaikan hal-hal yang bukan kewenangan. Beres dulu urusan pelayanan internal di organisasi perangkat daerahnya. Jangan merasa lebih berkuasa dari kepala daerah walaupun ada hubungan kekeluargaan. Jangan melangkahi kewenangan Kepala OPD sebab itu kewenangan Kepala OPD. Semua sudah diatur sesuai tugas pokok dan fungsinya (tupoksi).

Kode Etik ASN

Di edisi KOMPAS.com, 20 September 2022, dan dikutip penulis, Sabtu, 20 Mei 2023, pukul 23.25 wita, Kode Etik ASN sebagai abdi negara, aparatur sipil negara (ASN) harus mematuhi kode etik yang telah ditentukan peraturan perundang-undangan.

Kode etik ASN adalah pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan ASN di dalam melaksanakan tugasnya dan pergaulan hidup sehari-hari.

Adanya kode etik ini bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan ASN

Kode etik bagi ASN Secara umum, kode etik ASN tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-undang ini menyebut kode etik bersamaan dengan kode perilaku.

Kode Etik ASN tertuang dalam UU Nomor 5 Tahun 2014 berisi pengaturan perilaku agar pegawai ASN: melaksanakan tugasnya dengan jujur, bertanggung jawab, dan berintegritas tinggi; melaksanakan tugasnya dengan cermat dan disiplin; melayani dengan sikap hormat, sopan, dan tanpa tekanan; melaksanakan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; melaksanakan tugasnya sesuai dengan perintah atasan atau pejabat yang berwenang sejauh tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika pemerintahan; menjaga kerahasiaan yang menyangkut kebijakan negara; menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien; menjaga agar tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan tugasnya; memberikan informasi secara benar dan tidak menyesatkan kepada pihak lain yang memerlukan informasi terkait kepentingan kedinasan; tidak menyalahgunakan informasi intern negara, tugas, status, kekuasaan, dan jabatannya untuk mendapat atau mencari keuntungan atau manfaat bagi diri sendiri atau untuk orang lain; memegang teguh nilai dasar ASN dan selalu menjaga reputasi dan integritas ASN; dan melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai disiplin Pegawai ASN.

Kode etik ASN diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 42 Tahun 2004.

Peraturan ini membagi kode etik ASN menjadi etika dalam bernegara, berorganisasi, bermasyarakat, diri sendiri, dan sesama pegawai. Kode etik tersebut tertuang dalam Pasal 8 hingga 12.

Berdasarkan peraturan ini, setiap instansi dan organisasi profesi di lingkungan ASN juga diberi kewenangan untuk menetapkan kode etik masing-masing. Kode etik tersebut ditetapkan berdasarkan karakteristik masing-masing instansi dan organisasi profesi.

Sanksi pelanggaran kode etik ASN Terdapat sanksi bagi ASN yang melanggar kode etik. Selain sanksi moral, yang bersangkutan dapat dikenakan sanksi administratif berupa hukuman disiplin yang mengacu pada PP Nomor 94 Tahun 2021.

Tingkat hukuman disiplin terdiri atas: hukuman disiplin ringan; hukuman disiplin sedang; atau hukuman disiplin berat. Hukuman yang diberikan tergantung dari jenis pelanggaran yang telah dilakukan.

Komunikasi Via Telepon Seluler Berujung Ancaman Somasi dan Terlaksana

Sebagaimana disampaikan wartawan Indometro.id, Damianus Babur melalui sambungan telepon selulernya kepada penulis, Minggu sore, (14/5/2023) saat penulis melakukan perjalanan dari Borong ke Waelengga. Babur menyampaikan bahwa oknum pejabat di salah Kabupaten di NTT meneleponnya untuk menghapus atau bahasa asing take down konten tiktok. Alasannya, bahwa mengambil video itu tanpa meminta ijin kepada oknum pejabat tersebut.

Dalam percakapan tersebut, sebagaimana disampaikan Babur kepada penulis bahwa terjadi silang pendapat dan perdebatan sementara membicarakan hal lain diluar konteks video tersebut.

Penulis dan Babur tahu bahwa pada Sabtu, (13/5/2023) dua pejabat publik sedang memakai baju dinas, entah memakai baju batik dan posisi oknum itu sebagai pejabat di Kabupaten tersebut. Bahkan masih berkaitan dengan hayatan kunjungan Kapolda NTT di lingkungan Pemda Manggarai Timur. Selain itu, oknum pejabat itu bukan kepala salah satu OPD melainkan bawahan yang mengurus hal-hal administrasi dalam kantornya. Kok seenaknya menawarkan aset daerah Manggarai Timur yang bukan milik pribadinya. Itu milik Pemda Manggarai Timur sudah diserahkan oleh rakyat Manggarai Timur secara hibah, walaupun mungkin saat hibah tanah untuk pembangunan fasilitas pelayanan kesehatan itu tidak ada ganti ruginya. Perbuatannya sebagai oknum pejabat publik membongkar kedok dan perilaku terselubungi selama ini.

Kurang lebih seminggu bergulir perdebatan publik dan pemberitaan di media massa online yang bersumber dari konten tiktok itu. Memang perdebatannya soal konten bukan soal hasil produk jurnalistik. Tapi sah-sah saja sebagai warga negara di era jurnalisme warga mengunggah perbincangan pejabat publik yang diluar kewenangan. Memang pada akhirnya, konten tiktok yang berisi video sudah dihapus atas berbagai masukan, bukan atas permintaan oknum pejabat publik tersebut. Disini sudah ada niat baik dari wartawan Indometro.id melekat sebagai jurnalisme warga dan warga masyarakat, Damianus Babur dan selanjutnya ia menghasilkan karya jurnalistik sesuai isi percakapan di video tersebut. Bahkan sejumlah media massa online lainnya juga mempublikasikan karya jurnalistik sesuai fakta dalam percakapan video antara dua pejabat publik tersebut. Nah, pada akhirnya wartawan sekaligus jurnalisme warga dan warga masyarakat mendapat surat somasi melalui tim kuasa hukumnya. Pertanyaan refleksinya; somasi dalam kontek apa? Video di tiktoknya sudah dihapus atas niat baiknya.

Mengapa Konten Lain Tidak Disomasi, Hanya Konten Wartawan yang Melekat sebagai Jurnalisme warga Disomasi

Patut dipertanyakan bahwa begitu banyak konten sosial media diunggah warga dan jurnalis warga terhadap kebobrokan dan ketidakbecusan pejabat publik yang kebijakannya tidak berpihak kepada rakyat.  Dari unggahan jalan rusak, kesulitan air minum bersih, ketiadaan obat-obatan di pelayanan kesehatan, masalah stunting, masalah kemiskinan ekstrim tidak pernah disomasi oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur dan khususnya menyangkut ketiadaan obat-obatan, ketiadaan vaksin rabies, kematian ibu dan anak dan hal lainnya di Dinas Kesehatan Manggarai Timur tidak pernah disomasi. Mengapa oknum pejabat itu berani mensomasi kepada wartawan melekat sebagai jurnalis warga dan warga. Ini ada unsur niat buruk dari oknum pejabat publik itu untuk mengekang dan membungkam kebebasan berekspresi dari wartawan melekat jurnalis warga dan warga masyarakat. Bisa diduga bahwa oknum pejabat publik itu menghendaki bahwa wartawan melekat jurnalis warga dan warga masyarakat itu berada di bawah ketiak kekuasaannya. Diduga bahwa oknum pejabat publik itu mengatur kerja wartawan, melekat jurnalis warga dan warga masyarakat dengan mengikuti arahannya. Diduga bahwa oknum pejabat publik sedang mencari perlindungan diri dengan menawarkan tanah, gedung puskesmas untuk dibangun pospol oleh aparat penegak hukum. Sebab dari sisi kewenangannya sudah sangat melenceng dari tugas pokok dan fungsinya (tupoksi).

Penulis bisa menafsirkan kesewenangan dari oknum pejabat publik di Pemda mengambil alih kekuasaan dari pemimpin daerah atau kepala daerah serta menunjukkan identitas dirinya bahwa sesungguhnya kepala daerah di daerah itu adalah dirinya walaupun jabatannya masih dibawah. Bisa ditafsirkan pula bahwa pembicaraannya kepada pemimpin di lembaga lainnya mau mengkudeta kepala daerah dengan menawarkan aset daerah yang bukan kewenangannya.

Konten Sosial Media Sebagai Pilar kelima Demokrasi di Era Digital

HAK DIGITAL adalah hak asasi manusia yang menjamin setiap warga negara untuk mengakses, menggunakan, membuat dan mendistribusikan media digital.

HAK BEBAS BEREKSPRESI: Termasuk keragaman konten, bebas untuk mengekspresikan pendapat dan penggunaan Internet dalam memobilisasi masyarakat sipil.

Edi Hardum Kecam Rencana Somasi Terhadap Penyebar Video Saat Ani Agas Tawarkan Tanah ke Kapolda NTT

Dalam diskusi dengan penulis, Rencana somasi terhadap penyebar Video percakapan Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur, Pranata Kristiani Agas yang diduga tawarkan tanah untuk bangun pos polisi ke Kapolda Nusa Tenggara Timur, Irjen Pol. Johni Asadoma, mendapat kecaman dari berbagai pihak.

Dalam video yang diunggah akun tiktok @damianbabur pada Sabtu (13/05/2023) tersebut  kini menjadi  viral dan berujung pada ancaman somasi oleh Sekdinkes Matim, Pranata Kristiani Agas alias Ani Agas terhadap perekam dan penyebar video itu.

Edi Hardum, Doktor Hukum yang berdomisili di Jakarta saat berkomunikasi dengan penulis pada Rabu(17/052023) mengecam tindakan somasi yang direncanakan oleh Sekretaris Dinkes Matim, Ani Agas terhadap perekam  dan penyebar video tersebut.

Menurut mantan wartawan itu, percakapan Ani Agas  dan Kapolda soal tawar menawar tanah untuk pembangunan pos polisi sangat layak untuk diberitakan maupun di diskusikan dan diperbincangkan oleh masyarakat.

“Oleh karena itu, saya kecam keras siapapun, terutama Dinas Kesehatan Kabupaten Manggarai Timur itu, yang  mau mensomasi. Somasi apa?  Itu keliru besar.  Yang benar adalah dia memberikan klarifikasi atau hak jawab atau memberikan penjelasan kalau berita itu  keliru.” Katanya

Kata dia, tugas seorang wartawan adalah memberikan informasi kepada masyarakat bahwa ada dua pejabat publik yang sedang membicarakan kepentingan umum. Dalam hal ini adalah tanah pemerintah untuk kepentingan umum, mendukung Polri menjalankan tugasnya sesuai UU yakni melindungi, mengayomi dan menegakkan hukum.

Selain itu, Edi Hardum juga mengatakan bahwa  berita yang sudah dipublikasikan lalu disuruh untuk  dicabut atau di take down, adalah tindakan yang tidak benar dan patut dicurigai bahwa ada kepentingan tersembunyi dari percakapan tersebut.

“Itu layak diberitakan. Kalau isi pembicaraan itu kemudian disuruh cabut beritanya, di take down, itu tidak benar. Itu patut dicurigai bahwa pembicaraan itu ada tujuan yang tidak bagus, ada tujuan tersembunyi, tujuan untuk kepentingan orang tertentu atau kelompok tertentu. Itu patut dicurigai.” Ucapnya

Kemudian, Advokat asal Manggarai tersebut menyarankan agar media tidak boleh mencabut berita yang di publis karena apabila dicabut maka, sudah  menyalahi  UU pokok pers No 40 tahun 1999 dan Kode Etik Jurnalistik.

“Media itu tidak boleh mencabut beritanya. Kalau dia mau, beri klarifikasi, muat hak klarifikasi, atau hak jawabnya di muat. Untuk cabut, jangan. Kalau cabut, itu menyalahi UU pokok pers no 40 tahun 1999 dan kode  etik jurnalistik.” Terangnya.

Citizen Journalism Pilar Kelima  Dalam Demokrasi

Sementara itu, Edi Hardum juga menjelaskan, media sosial seperti tiktok dan lainnya adalah  jurnalisnya masyarakat atau Citizen Journalism yang mana merupakan  kekuatan kelima dalam demokrasi.

Menurut dia, keberadaan pers dan media sosial justru mendukung good governments dimana salah satunya adalah transparansi.

“Kalau sekarang kekuatan keempat, kan pers. Kekuatan kelima itu  dan harus di dukung. Keberadaan pers dan media sosial, justru  mendukung good governments. Ciri dari good  governments salah satunya adalah transparansi.” Jelasnya

Kemudian, dia  mengkritisi  ancaman somasi yang disampaikan Pemkab Manggarai PT Timur  terutama  Ani Agas selaku Sekdinkes Matim terhadap perekam dan penyebar video itu, merupakan tindakan yang tidak mengedepankan asas-asas pemerintahan yang baik dan bersih.

Seharusnya, kata Edi, sebagai pejabat ASN atau pemerintah mendukung asas pemerintahan yang baik salah satunya asas transparansi. Justru tindakan somasi itu merupakan antitesa dari pemerintahan yang bersih.

“Dia anti. Justru anti tesa dari sini. Dia seharusnya mendukung dong kalau dia benar-benar sebagai pejabat  ASN atau pemerintah. Harus mendukung yang namanya asas-asas pemerintahan yang baik, salah satu di dalamnya adalah asas transparansi dan asas tanggung jawab. Itu sama halnya kembali kepada gaya orde baru. Yang tidak suka disuruh beritanya dicabut.” Pungkasnya

Kata dia, Polri dan TNI adalah humas yang paling bagus dalam menyampaikan siaran pers saat menyampaikan informasi kepada publik. Sehingga menyarankan agar Kapolda NTT tidak terprovokasi oleh tindakan  Ani Agas untuk mensomasi atau melaporkan  penyebar dan perekam video tersebut.

Menurut Edi,  pemerintahan seperti ini harus dilawan.

“Jadi, saya kecam itu tindakan somasi itu.Ini namanya pemerintahan yang tengik, harus dilawan.  Somasi itu dilawan. Dia mensomasi itu mau menunjukkan kebodohan dia. Apalagi katanya dia anak Bapati. Ini pasti ada kesombongan disana.” Tutup Edi

Ketua TPDI, Petrus Selestinus kepada penulis berpendapat bahwa Tidak ada yang salah dari pemberitaan dan pengambilan gambar melalui video itu karena Kapolda NTT adalah pejabat publik berada di ruang publik berhadapan dengan seorang pegawai kecil yang sedang membicarakan hal-hal umum. Apa yang menjadi obyek berita bukanlah sesuatu yang bersifat privacy jadi tidak ada yang salah dari sudut etika dan hukum. Dengan demikian media tidak usah takut dengan somasi dari seorang perawat itu.
Ketua TPDI, Petrus Selestinus berpendapat bahwa Tiktok itu tergantung siapa yang buat, jika dibuat oleh wartawan dan berisi informasi yang perlu diketahui publik maka itu karya jurnalistik.

***