POCOLEOK,BIDIKNUSATENGGARA.COM | Ratusan warga dari Aliansi Masyarakat Adat Pocoleok, pada hari ini, Senin, 25 September 2023 menggelar Aksi penanaman pangan lokal di wilayah adat Pocoleok. Aksi dengan Tema “Pertanian/Pangan Lokal Sumber Kehidupan, Geothermal Racun Kehidupan”, warga membawa beberapa jenis tanaman pangan lokal yang ditanam, antara lain: Kopi, Cengkeh, Pisang, dan berbagai Umbi-Umbian. Tanaman-tanaman tersebut telah menjadi penopang perekonomian warga Pocoleok selama bertahun-tahun.
Aksi massal ini berlangsung di tiga titik lingko, yakni lingko Tanggong, lingko Mesir dan lingko Lapang. Kegiatan ini dilakukan dalam rangka mendeklarasikan Hari Tani Nasional tahun 2023, yang dirayakan setiap tanggal 24 September. Selain itu, aksi ini juga digelar sebagai bentuk kampanye kaum tani Pocoleok dalam rangka memperkenalkan sekaligus mendorong minat warga terhadap aneka ragam pangan lokal yang menjadi komoditi andalan penopang perekonomian warga sehari-hari.
Kegiatan mulai berjalan Sekitar pukul 08.00 pagi, warga sudah mendatangi tiga lingko yang sudah disepakati bersama sebagai lokasi kegiatan, dengan membawa serta bibit dan peralatan kerja seadanya. Aliansi Masyarakat Adat Pocoleok masing-masing dibagi ke dalam tiga kelompok, sesuai dengan jumlah titik lingko yang telah disepakati sebelumnya. Ketiga tempat ini sangat strategis dan menjadi ruang hidup bersama dari warga Pocoleok.
Selain menjadi lahan pertanian yang menopang perekonomian warga, tempat-tempat tersebut juga memiliki sejarah terkait dengan peradaban budaya dan kehidupan warga Pocoleok hingga saat ini. Di lokasi-lokasi tersebut terdapat bekas Perkampungan, Pekuburan Leluhur, Mata Air, Altar Persembahan, Juga Rumah-Rumah Warga. Semuanya terikat dan terhubung dengan filosofi Lampek Lima, seperti Mbaru Kaeng (rumah), Natas Labar (halaman), Uma Duat (kebun), Wae Teku (mata air), dan Compang Takung (altar persembahan).
Aliansi Masyarakat Adat Pocoleok sangat antusias melaksanakan kegiatan bersama tersebut. Hal ini juga sebagai bentuk persatuan masyarakat adat pocoleok agar terus terjaga dan tidak terpecah belah oleh hasutan-hasutan yang juga terus beruapaya untuk memecah belah persatuan dan kesatuan masyarakat dalam mempertahankan hak atas tanah serta berdaulat diatas tanahnya sendiri. Bagi masyarakat Pocoleok ada kebanggaan dan kegembiraan menjalani hidup sebagai petani di tanah sendiri. Dengan demikian, status sebagai petani dan warga adat kembali diperkuat.
Deklarasi penanaman pangan lokal juga menjadi bentuk perlawanan warga Pocoleok atas tindakan sepihak PEMDA Manggarai dan Perusahaan dalam upaya merampas tanah ulayat (lingko) dan ruang hidup warga untuk kepentingan pembangunan geothermal.
Sebagaimana diketahui, Pocoleok menjadi daerah yang ditunjuk pemerintah kabupaten Manggarai sebagai wilayah penambangan panas bumi/geothermal, melalui SK penetapan lokasi yang diterbitkan oleh Bupati Nabit, pada tanggal 01 Desember 2022 lalu yang didalamnya ada empat wilayah target eksploitasi geothermal di Pocoleok, yakni welpad D di lingko Tanggong, milik gendang Lungar, welpad E di lingko lelak, welpad F di lingko Mesir milik gendang Mesir dan Ncamar, dan welpad G di desa Wewo, menggantikan lingko Lapang, milik gendang Mocok.
Perluasan pengembangan tambang panas bumi tersebut terkesan sangat ambisius, karena direncanakan dibangun dengan kapasitas 40 megawatt, delapan kali lebih besar dari daya yang dihasilkan oleh geothermal Ulumbu saat ini. Lebih lanjut, proyek berisiko itu dibangun di tengah-tengah ruang hidup lebih dari dua ribu jiwa penduduk Pocoleok yang tersebar di empat belas kampung/komunitas adat.
Namun proyek ambisius tersebut mendapat perlawanan sengit dari Aliansi Masyarakat Adat Pocoleok, terutama dari solidaritas warga 10 gendang, yakni gendang Mucu, gendang Mocok, gendang Mori, gendang Nderu, gendang Cako, gendang Ncamar, gendang Rebak, gendang Jong, gendang Tere, dan gendang Lungar. Proyek itu dinilai merugikan dan mengancam budaya dan ruang hidup warga Pocoleok.
Tercatat, warga sudah tujuh belas kali melakukan penghadangan terhadap kehadiran pihak tersebut, termasuk penolakan kehadiran bupati Nabit, pada 27 Februari 2023 lalu. Selain itu, warga juga sudah melakukan aksi unjuk rasa di kota Ruteng pada 09 Agustus 2023, dengan tuntutan kunci mencabut SK Bupati tentang penetapan Pocoleok sebagai daerah pengembangan eksploitasi geothermal.
Maka dalam momentum Hari Tani Nasional ini, Aliansi Masyarakat Adat Pocoleok turut merayakannya secara kolektif sebagai kaum tani yang terus terancam kehilangan ruang hidupnya akibat Proyek Strategis Nasional yang hakikatnya adalah program perampasan ruang hidup kaum Tani.
Atas dasar itu, Aliansi Masyarakat Adat Pocoleok menyatakan Sikap Sebagai Berikut:
1. Cabut SK Bupati Manggarai Nomor HK/417/2022 tentang penetapan WKP untuk perluasan PLTP Ulumbu di wilayah Poco Leok yang tidak melibatkan Masyarakat Adat Poco Leok!
2. Hentikan seluruh aktivitas PLN dan Aparat Keamanan yang berkaitan dengan Geothermal di Wilayah Adat Poco Leok!
3. Hentikan intimidasi dan politik pecah belah PLN beserta kepolisian terhadap Masyarakat Adat Poco Leok!
4. Hentikan pendanaan Bank Kfw Jerman terhadap proyek Geothermal di tanah Flores!
5. Cabut Kepmen ESDM tentang penetapan pulau Flores sebagai pulau Geothermal karena hal ini adalah bentuk perampasan ruang hidup Masyarakat Pocoleok!
6. Hentikan upaya sertifikasi tanah-tanah lingko di Wilayah Pocoleok oleh pihak ATR/BPN
Demikian Pernyataan Sikap yang sampaikan Aliansi Masyarakat Adat Pocoleok, diharapkan menjadi perhatian serius oleh Bupati Manggarai untuk mengambil tindakan-tindakan yang demokratis serta memberi rasa keadilan bagi Masyarakat Adat Pocoleok. **(FB/tim)