BIDIKNUSATENGGARA.COM | Organisasi Persatuan Mahasiswa Perbatasan (PERMAPER) yang bermarkas di BTN-Unimor Kefamenanu, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut tuntas dana monitoring yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2022, untuk proyek bantuan rumah Seroja di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
PERMAPER TTU, melalui Ketua Umum Krisnawati Klau, mengatakan bahwa berdasarkan perkembangan penyidikan yang dilakukan oleh Aparat Penyidik Polda NTT, baru menyentuh kepada para kontraktor dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) yang menangani proyek tersebut.
Sementara itu, dana pendampingan untuk tim monitoring yang senilai Rp 2,8 miliar, yang juga bersumber dari APBD 2022, belum disentuh sama sekali.
Tim yang dibentuk Gabriel Seran selaku PPK, bertujuan untuk memantau pembangunan rumah Seroja di tingkat Kabupaten. Namun demikian, kinerja oknum pejabat tinggi dalam tim tersebut menimbulkan pertanyaan.
Perihal dana pendampingan tersebut, dikuatkan dengan pernyataan Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Malaka, Ferdinand Un Muti, S.Hut, M.Si.
Ia mengaku pernah diberi uang senilai 48 Juta Rupiah. Uang tersebut adalah honor Tim Monitoring proyek rumah bantuan Seroja selama setahun.
Namun demikian, Sekda Malaka mengaku menolak uang tersebut, lantaran nilanya yang terlalu fantastis (besar).
“Saya menolak uang itu karena saya takut besok lusa ada masalah dan saya tidak dapat mengembalikannya. Jika 12 juta rupiah mungkin saya bisa kembalikan, tetapi 48 juta rupiah, dari mana saya akan mendapatkan uang tersebut?” ungkap Sekda Malaka sebagaimana dilansir oleh Victorynews.id pada Kamis (27/04/2023).
Sekda Un Muti menjelaskan, honor Tim Monitoring Proyek Rumah Bantuan Seroja di Kabupaten Malaka diberikan kepada para pejabat sesuai dengan golongan atau jabatan mereka, di mana beberapa orang mendapatkan insentif sebesar Rp 2 juta per bulan, dan lainnya Rp 4 juta per bulan selama satu tahun.
“Jadi ada yang dapat insentif 2 juta rupiah per bulan dan ada yang 4 juta rupiah per bulan selama satu tahun, ” jelas Sekda.
Sementara itu, mantan Kepala Pelaksana (Kalak) Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Gabriel Seran, pada Rabu (2/8/2023) menyatakan bahwa Tim Monitoring dari Pemda Malaka tersebut telah diangkat melalui Surat Keputusan (SK) Bupati Malaka.
“SK Tim Monitoring itu ada dan ditandatangani oleh Bapak Bupati,” tegas Gabriel Seran sebagaimana dilansir dari sakunar.com
Menurut Gabriel Seran, dana pendampingan sebesar Rp 2,8 miliar dari APBD II telah dialokasikan khusus untuk honor tim, di mana honor tersebut dirumuskan berdasarkan golongan dan jabatan masing-masing anggota tim.
Ia menjelaskan, “Kita tidak kasi honor sesuai dengan kita punya mau. Saya rasa standar honor paling tinggi itu Bupati yaitu dalam sebulan sekitar Rp 1 juta lebih atau Rp 2 juta. Sedangkan pejabat lainnya itu hanya ratusan ribu,” bebernya.
Mantan Kalak BPBD yang juga merangkap sebagai PPK, Gabriel Seran, menyatakan bahwa tim monitoring tersebut bekerja secara diam-diam alias senyap tanpa memberitahukan siapa pun.
“Tim itu jika turun, mereka tidak memberitahukan siapapun. Jika mereka ingin memonitor kegiatan, silakan saja,” katanya.
Tim monitoring ini, kata Gabriel, tidak mempertanggungjawabkan pekerjaannya secara tertulis kepada siapa-siapa. Tim Monitoring ini, kata dia, hanya melaporkan secara lisan kepada dirinya jika ditemukan adanya masalah.
Menanggapi persoalan tersebut, Ketua Umum PERMAPER TTU Krisnawati Klau, meminta Kapolda NTT untuk serius mengusut tuntas kasus dugaan korupsi dalam bantuan rumah Seroja di Malaka.
Ia menyatakan, “Tim monitor yang seharusnya mengawasi proyek agar berjalan dengan baik malah bekerja secara diam-diam alias senyap. Ada apa?,” tanya Krisnawati.
Krisnawati juga menekankan pentingnya penyelidikan menyeluruh terhadap aliran dana dalam proyek ini.
“Siapapun yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelewengan ini, harus dihadapkan pada hukum yang berlaku,” tegas Ketua PERMAPER TTU.
Seruan Ketua Umum PERMAPER TTU untuk penegakan hukum yang tegas ini mejadi suara kuat yang menggema, tidak hanya sebagai langkah untuk memperjuangkan keadilan bagi korban bencana seroja tapi juga sebagai langkah preventive menghindari korupsi di masa depan. *(fb)