BIDIKNUSATENGGARA.COM | Kasus dugaan penganiayaan yang melibatkan Kepala Desa Naiusu, Yanto Tcu, terhadap warga desa Webetun telah menjadi sorotan publik dan menimbulkan keprihatinan yang mendalam dikalangan masyarakat.
Perwakilan Persatuan Mahasiswa Perbatasan (PERMAPER) TTU merasa perlu untuk mengangkat suara mereka terkait insiden ini, yang dianggap mencoreng citra tata kelola pemerintahan desa dan merusak tatanan masyarakat. Dengan pernyataan tegas, mereka menyerukan agar pihak kepolisian Polres Malaka menangani kasus ini dengan serius.
Dugaan penganiayaan ini terjadi setelah adanya klaim bahwa tindakan kekerasan yang dilakukan oleh Yanto Tcu berangkat dari postingan media sosial yang dianggap merugikan.
Menurut informasi yang diperoleh, oknum kepala desa tersebut mengambil tindakan yang sangat tidak etis dengan menyita handphone korban dan menginterogasi korban layaknya seorang polisi. Tindakan tersebut tidak hanya mencerminkan arogansi dari pihak yang berwenang, tetapi juga menunjukkan penyalahgunaan kekuasaan yang seharusnya dilindungi oleh hukum.
Ketua Umum PERMAPER TTU, Maria Wilhelmina Usfinit menegaskan bahwa tindakan kepala desa tersebut adalah bentuk arogansi dan primitif yang tidak bisa diterima dalam masyarakat yang menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi.
Dalam pernyataannya, Ketua Umum PERMAPER TTU menyoroti pentingnya penegakan hukum yang adil dan meminta kepada pihak kepolisian untuk bertindak cepat dan tegas. Kekerasan tidak dapat dijadikan solusi dalam menghadapi perbedaan pendapat atau kritik. Setiap individu berhak untuk menyampaikan pandangannya tanpa merasa terancam atau mendapatkan intimidasi.
Arogansi yang ditunjukkan oleh Kepala Desa Naiusu menunjukkan bagaimana kekuasaan dapat disalahgunakan untuk menekan suara rakyat. Tindakan menyita barang pribadi korban dan menginterogasi korban adalah contoh jelas bahwa ada kegagalan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pemimpin. Kepala desa seharusnya menjadi pelindung masyarakat, bukan menjadi pelaku kekerasan.
Ketua PERMAPER, Maria Wilhelmina Usfinit juga mempertanyakan peran Kepala Desa Naiusu yang disebut sebagai pembina politik. Apakah etis bagi seorang pembina politik untuk bertindak secara kekerasan terhadap orang lain? Mampukah seorang kepala desa yang seharusnya menjadi contoh baik di tengah masyarakat justru melakukan tindakan yang mencoreng norma-norma sosial dan hukum? Pertanyaan-pertanyaan ini menciptakan kesan bahwa ada yang salah dalam sistem pengelolaan pemerintahan desa yang ada saat ini.
Maria Wilhelmina Usfinit, menjelaskan, setiap orang seharusnya dapat menyuarakan pandangannya tanpa takut akan konsekuensi fisik. Tindakan penganiayaan ini bukan hanya mencederai individu, tetapi juga menciptakan suana ketakutan yang menghalangi kemajuan dialog sosial. Oleh karena itu kata ketua PERMAPER TTU, penting untuk menegakkan prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam setiap aspek kehidupan masyarakat.
PERMAPER TTU berharap seluruh lapisan masyarakat, termasuk pemangku kebijakan, perlu berkomitmen untuk memastikan bahwa hukum ditegakkan secara adil. Hanya dengan begitu, kita dapat mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan dan menciptakan rasa aman dalam masyarakat.
Demikian pesan rilis yang diterima Redaksi bidiknusatenggara.com pada Sabtu, (3/8/2024). *(Ferdy Bria)