Hukum  

PERMAPER TTU Nilai APH Lamban Tangani Dugaan Kasus Korupsi Bantuan Rumah Seroja dan Proyek Septictank di Malaka

BIDIKNUSATENGGARA.COM | Mahasiswa asal Malaka yang tergabung dalam Organisasi Persatuan Mahasiswa Perbatasan (PERMAPER) Kefamenanu, mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk serius mengusut tuntas dugaan korupsi tiga mega proyek di Kabupaten Malaka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).

Tiga mega proyek tersebut yakni, proyek pembangunan rumah seroja senin, Rp 5.071.472.873, proyek pembangunan septic tank skala individual perkotaan senilai, Rp 5.071.472.873, dan pembangunan Rumah Sakit Pratama Wewiku senilai Rp 44.950.000.000.

PERMAPER TTU menyoroti kinerja aparat penegak hukum yang dianggap lamban dan tidak menunjukkan perkembangan dalam menangani tiga kasus tersebut. Hal ini, menurut mereka, menimbulkan kekecewaan masyarakat dan dapat melemahkan kepercayaan publik terhadap institusi penegakan hukum.

Selain itu, PERMAPER TTU meminta Bupati dan Wakil Bupati Malaka, Stefanus Bria Seran dan Henri Melki Simu, untuk mendorong penyelesaian tiga kasus dugaan korupsi tersebut. Mengingat, hak masyarakat untuk mendapatkan kepastian hukum belum jelas, terlebih dugaan korupsi ini melibatkan anggaran yang cukup besar.

Ketua PERMAPER TTU, Krisnawati Klau, menegaskan pentingnya keadilan bagi ribuan warga korban bencana, yang hak-haknya telah diabaikan oleh oknum tertentu, termasuk mereka yang diduga sebagai aktor intelektual di balik kasus ini. Dalam pandangannya, ketidakadilan ini bukan hanya sebuah pelanggaran hukum, tetapi juga serangan terhadap martabat kemanusiaan yang seharusnya dilindungi oleh negara.

Ketua PERMAPER TTU menyoroti bagaimana banyak warga Malaka yang kehilangan rumah dan sumber penghidupan mereka akibat bencana, hanya untuk mendapati bahwa dana yang seharusnya digunakan untuk membantu pemulihan mereka justru mengalir ke kantong orang-orang yang tidak bertanggung jawab.

Krisnawati Klau juga menilai bahwa ketiga proyek tersebut merugikan keuangan negara dan menghambat kemajuan pembangunan daerah.

Ia mengecam praktik korupsi yang tidak hanya menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, tetapi juga memperlambat proses pembangunan yang sangat dibutuhkan, terutama di daerah yang sudah terpuruk akibat bencana.

“Setiap rupiah yang korupsi ambil adalah masa depan kami yang dirampas,” tegasnya dengan penuh emosi. Sabtu, (22/3/25)

Ia menambahkan bahwa masa depan anak-anak Malaka sangat bergantung pada keadilan yang ditegakkan hari ini.

“Saya mewakili seluruh badan pengurus Permaper, mendesak APH, termasuk Kepolisian, Kejaksaan, dan lembaga antikorupsi lainnya, untuk mengusut tuntas dugaan kasus korupsi yang terjadi di Kabupaten Malaka,” ujar Ketua Permaper TTU.

Dia juga menegaskan bahwa PERMAPER tidak akan tinggal diam dan akan terus mengawasi langkah-langkah yang diambil oleh aparat penegak hukum, memastikan bahwa setiap tindakan harus transparan dan akuntabel.

“Ini bukan hanya tentang kasus korupsi, tetapi tentang membangun kembali kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum yang seharusnya melindungi masyarakat,” ungkapnya.

Ketua PERMAPER TTU juga mendesak Kejari Belu dan Polda NTT untuk terbuka dalam penanganan kasus dugaan korupsi septictank dan dugaan korupsi bantuan rumah seroja di Kabupaten Malaka serta meminta pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga terlibat dalam praktik kejahatan tersebut.

Ia menyerukan kepada masyarakat agar bersatu dan berani berbicara, agar suara rakyat tidak lagi dianggap remeh dan diabaikan.

Proyek Pembangunan Rumah Seroja

Proyek Rumah Bantuan Seroja, yang dilaksanakan pada tahun 2022, melibatkan alokasi dana pemerintah pusat sebesar Rp 5.071.472.873, untuk membantu 3.118 korban bencana Seroja yang kehilangan tempat tinggal akibat bencana pada April 2021.

Namun, pelaksanaan proyek kemanusiaan ini diduga menghadapi masalah serius yang berpotensi mengarah pada tindak korupsi. Fakta yang tidak dapat disangkal adalah bahwa pekerjaan yang dimulai pada Tahun Anggaran 2022 ini belum selesai hingga saat ini (Juli 2024).

Selain kontribusi sebesar Rp 5.071.472.873, dari pemerintah pusat, proyek ini juga menggunakan dana APBD II Kabupaten Malaka sebesar 2,8 miliar Rupiah untuk pendampingan.

Diketahui bahwa anggaran ini pun diduga disalahgunakan, digunakan untuk perencanaan dan pengawasan, sementara pelaksanaan proyek kemanusiaan ini tidak berjalan dengan baik.

Rincian proyek: rusak ringan 2.210 unit x Rp 10.000.000 per unit, rusak sedang 399 unit x Rp 25.000.000 per unit, dan rusak berat 509 unit x Rp 50.000.000 per unit, dengan total anggaran sebesar Rp 57.525.000.000, yang dikerjakan oleh 29 CV dan kontraktor di 7 kecamatan dan 27 desa.

Namun, sebagian besar perbaikan rumah rusak ringan yang dialokasikan anggaran Rp 10 juta per unit hanya mencakup pekerjaan cet dinding. Banyak penerima bantuan rumah Seroja mengeluhkan bahwa pengerjaan tidak sesuai dengan anggaran yang ada.

Serupa dengan proses perbaikan rumah rusak sedang dengan anggaran Rp 25 juta per unit, diduga tidak memenuhi standar kualitas, sedangkan perbaikan untuk rumah rusak berat juga belum tuntas.

Berdasarkan kontrak kerja, pengerjaan untuk 3.118 unit rumah dijadwalkan selesai pada 21 Oktober 2022.

Proyek Septic Tank

Pada tahun 2021, Pemerintah Daerah Kabupaten Malaka mengalokasikan anggaran APBD II Tahun 2021 sebesar Rp 5.071.472.873,- Ironisnya, proyek ini diduga mangkrak dan hingga saat ini, pengerjaannya belum ada kejelasan.

Proyek pembangunan septic tank skala individual ini meliputi lima Desa: Desa Wederok, Desa Raimataus, Desa Wekmurak, Desa Tafuli 1, dan Desa Kereana.

Ironisnya, 4 dari 5 proyek septic tank tersebut dianggap telah selesai dikerjakan, sehingga Dinas PUPR melakukan pembayaran kepada penyedia untuk keempat proyek itu. Sementara 1 proyek lainnya dianggap belum selesai akibat pemindahan lokasi pekerjaan karena longsor, yang mengakibatkan proses pendistribusian material terhambat.

Sementara itu, LKPj yang dilaporkan pemerintah menyatakan bahwa proyek pembangunan septic tank di 4 desa tersebut telah selesai dan masyarakat sudah menikmatinya.

Namun, berdasarkan hasil penelusuran tim media ditemukan bahwa proyek pembangunan septic tank bervariasi. Beberapa rumah sudah berdinding dan beratap namun lantai belum dicor dan belum dilengkapi dengan tangki pembuangan.

Pada tanggal 20 Februari 2025, tim penyidik Kejaksaan Negeri Belu melakukan penggeledahan di Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta di Kantor Badan Keuangan, Aset dan Pendapatan Daerah Kabupaten Malaka.

Kasi Pidsus Kejari Belu mengungkapkan bahwa dalam penggeledahan tersebut, tim penyidik berhasil mengamankan 60 dokumen penting terkait pengerjaan proyek di Desa Tafuli 1 dan Desa Oemakmurak, Kecamatan Rinhat, Kabupaten Malaka.

Selain itu, penggeledahan di Kantor Badan Pengelolaan Keuangan, Aset dan Pendapatan Daerah Kabupaten Malaka berhasil menemukan dokumen pencairan terkait kedua proyek di desa tersebut, yang akan dianalisis lebih lanjut untuk mendalami aliran dana dan potensi penyimpangan dalam pelaksanaan proyek.

Diketahui bahwa proyek septic tank di lima Desa dikerjakan oleh CV Sinar Geometry untuk dua paket pekerjaan (Wederok dan Raimataus) dengan total 312 unit dan anggaran Rp 2.182.790.778. CV Joan Abadi mengerjakan dua paket di Desa Tafuli 1 dan Desa Oekmurak dengan total 176 unit dan nilai kontrak Rp 1.231.032.214. Sementara CV Anugerah Mychael mengerjakan satu paket di Desa Kereana dengan jumlah 120 unit dan nilai kontrak Rp 839.472.146.

Pembangunan Rumah Sakit Pratama Wewiku 

Pembangunan gedung Rumah Sakit Pratama Wewiku di Desa Lamea, Kabupaten Malaka dikerjakan oleh PT. Multi Medika Raya dengan anggaran sebesar Rp 44.950.000.000 yang bersumber dari dana APBN, TA 2023. Hingga kini, gedung tersebut belum dapat beroperasi meskipun sudah diresmikan sejak 13 Juni 2024.

Ketika pembangunan dimulai, Wakil Ketua IX DPR-RI Melkiades Laka Lena, yang kini adalah Gubernur NTT, memberikan catatan khusus mengenai lokasi yang tidak memenuhi syarat.

Melki Laka Lena menegaskan bahwa proses pembangunan RS Pratama di Malaka, yang awalnya direncanakan di Kecamatan Laenmane lalu dipindahkan ke Desa Alkani-Wewiku, harus dievaluasi dan dihentikan karena lokasi tidak memenuhi persyaratan. Namun, proses pembangunan tersebut terus berlanjut.

Saat peresmian, terlihat bahwa sejumlah pekerjaan di bagian belakang bangunan belum selesai. Kayu-kayu bekas bangunan masih terlihat, plafon belum dipasang, dan pekerjaan saluran belum rampung.

Bahkan, pekerjaan finishing seperti pengecetan belum selesai, dan kerangka besi berserakan di sekitar bangunan. Pipa-pipa plastik juga belum diatur dengan baik.

Kondisi ini terlihat jelas oleh banyak tamu undangan. Setelah peresmian, tidak ada peninjauan ke bangunan dan ruangan di RS Pratama, seperti yang biasanya dilakukan oleh pimpinan daerah saat meresmikan sebuah bangunan baru.

Hingga kini, masyarakat sangat khawatir bahwa ada masalah serius dengan proyek Rumah Sakit Pratama Wewiku, sehingga tidak dapat beroperasi untuk melayani masyarakat Kabupaten Malaka dan beberapa Kecamatan di Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) yang berdekatan. **(Ferdy Bria)