SUMBA TENGAH,Bidiknusatenggara.com | Terjadi Lagi, Praktik Kawin Tangkap yang menghebohkan publik Sumba dan sekitarnya dengan video berdurasi 30 detik itu memantik sejumlah pihak di Pulau Sumba. Salah satunya Solidaritas Perempuan dan Anak (SOPAN) Sumba. Lembaga pemerhati hak perempuan dan anak ini mengutuk keras perilaku oknum penculikan terhadap perempuan yang akan dikawinkan secara paksa.
Pres rilis yang diterima Bidiknusatenggara.com, pada jumat, (8/9/2024), Yustin Dama, selaku Direktur lembaga pemerhati hak perempuan dan anak di sumba, sangat menyesali peristiwa tersebut. Dia mengatakan, praktik Kawin Tangkap di Sumba bukan menjadi hal yang baru terjadi. Namun pada akhir Juni 2020 lalu, kasus serupa pernah terjadi dan bahkan mendapat perhatian pemerintah lewat Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).
Video yang beredar tersebut memperlihatkan seorang perempuan dengan sang pengendara yang sedang berhenti disuatu tempat lalu secara tiba-tiba diambil oleh sekelompok laki-laki secara paksa ke dalam mobil pick up.
Kawin paksa adalah tindakan di mana seseorang dipaksa untuk menikah tanpa persetujuannya. Ini adalah pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia (HAM) yang diakui secara internasional. Tentu hal ini menjadi penting untuk diingat bahwa kawin paksa adalah pelanggaran serius terhadap HAM. Maka, perlu upaya yang kuat dalam melawan kawin paksa sebagai bagian dari usaha yang lebih luas untuk mempromosikan dan melindungi HAM di seluruh dunia khususnya bagi para perempuan di Indonesia.
Solidaritas Perempuan dan Anak (SOPAN) Sumba mengutuk keras praktik Kawin Tangkap karena merupakan kejahatan kemanusiaan. Kekerasan berbalut budaya bukanlah hal yang patut dilanggengkan.
Berkenaan dengan kasus Kawin Tangkap tersebut di atas, Solidaritas Perempuan dan Anak (SOPAN) Sumba menyatakan:
1. Mengutuk keras praktik Kawin Tangkap karena merupakan kejahatan kemanusiaan.
2. Menyesalkan kasus Kawin Tangkap kembali terjadi di tengah upaya keras pemerintah mencegah kasus ini terulang kembali.
3. Praktik Kawin Tangkap adalah tindakan kekerasan terhadap perempuan yang harus dihapuskan.
4. Setiap tindak kekerasan seksual, termasuk Kawin Tangkap yang dilakukan oleh siapapun, kapanpun, dimanapun, dan dalam bentuk apapun adalah kejahatan kemanusiaan.
5. Meminta pimpinan adat dan pimpinan agama setempat untuk melindungi perempuan dari praktik Kawin Tangkap.
6. Minta Pemerintah Pusat dan pemerintah provinsi NTT untuk membuat peraturan turunan UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual sebagai payung hukum yang dapat melindungi dan menjamin hak-hak korban kekerasan berbalut budaya atau Kawin Tangkap.
7. Mendesak Pemerintah kabupaten Sumba Barat Daya untuk memberikan hukuman yang setimpal pada para pelaku, sesuai dengan aturan yang berlaku.
Atas dasar nilai kemanusiaan, pernyataan ini adalah bentuk solidaritas untuk semua korban Kawin Tangkap. Jika satu suara bisa membuat suara mereka makin lantang, mari bersama-sama menolak praktek Kawin Tangkap! **(FB/tim)