Mengenang Tiga Tahun Pemecatan Tenaga Kontrak Daerah di Malaka: Gua Lourdes Tubaki Menjadi Saksi Bisu

BETUN-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Tiga tahun yang lalu tepat tanggal 31 Mei 2021, Kabupaten Malaka dihebohkan oleh keputusan kontroversial yang diambil oleh Bupati Simon Nahak, yakni pemecatan massal Tenaga Kontrak Daerah (TEDA) tanpa alasan yang jelas.

Mereka yang sebelumnya bergantung pada pekerjaan mereka untuk mencari nafkah, mendadak menemukan diri mereka tanpa sumber penghasilan. Keadaan ini tidak hanya mempengaruhi kondisi ekonomi para pekerja, tetapi juga berdampak pada stabilitas kehidupan keluarga dan pendidikan anak-anak mereka.

Keputusan mendadak tersebut memicu reaksi keras dari masyarakat dan para pekerja. Demonstrasi dan pertemuan publik menjadi sarana ekspresi ketidakpuasan mereka.

Keputusan pemecatan yang diambil oleh Bupati Malaka, Simon Nahak belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat luas, termasuk oleh para tenaga kontrak yang terdampak. Tidak adanya alasan yang jelas dan komunikasi yang memadai membuat keputusan ini terkesan tiba-tiba dan tanpa peringatan.

Menurut Simon Nahak, Tenaga Kontrak Daerah itu disfungsi dan menelan anggaran daerah cukup besar, yakni sebanyak Rp 57 miliar setiap tahun sehingga pembekuan ini dilakukan karena telah terjadi pemborosan anggaran yang sangat besar.

“Saya sudah sampaikan ke bagian umum dan sekda untuk sementara waktu SK teko saya hentikan dulu karena kita buang anggaran terlalu besar,” ungkap Simon Nahak dihadapan umat sedekenat Malaka saat mengikuti misa penutupan bulan Maria di gua Lourdes Tubaki, Senin (31/5/2021).

Keputusan ini jelas telah menggambarkan arogansi pemerintah daerah yang tidak menghargai legislatif sebagai perwakilan rakyat Malaka.

Padahal, Anggaran tenaga kontrak sudah di-PERDA-kan bersama DPRD  untuk satu tahun anggaran, artinya keputusan ini adalah bentuk keputusan sepihak yang melanggar aturan dan melanggar hak anak-anak Malaka.

Dampak pemecatan terhadap Tenaga Kontrak Daerah sangatlah signifikan. Banyak dari mereka yang tiba-tiba kehilangan sumber penghasilan utama, di tengah pandemi covid-19 yang menyebabkan ketidakpastian ekonomi.

Efek domino dari pemecatan ini juga merembet ke sektor-sektor lain dalam masyarakat, menimbulkan kekhawatiran akan kestabilan ekonomi lokal.

Anderias Seran Nahak, salah satu dari 3.300 tenaga kontrak daerah yang diberhentikan mengaku kecewa ketika mendengar kabar itu. Dia mengatakan, pengakhiran hubungan kerja oleh pemerintah tanpa adanya alasan yang berbasis kinerja atau pelanggaran yang jelas.

“Saya juga korban dari pembekuan SK TEDA itu. Perasaan saya ketika kami dibekukan saya merasa sangat sedih,” ungkap Anderias ketika ditanya wartawan media ini, Minggu, (2/6/24).

Gua Lourdes Tubaki Betun, tempat anak-anak Malaka berlutut memohon rahmat dari yang Maha Kuasa, tetapi juga telah menjadi saksi bisu pada sebuah peristiwa penting dimana ribuan anak-akan Malaka kehilangan matapencaharian.

Sejarah mencatat, bagaimana keputusan tiba-tiba untuk membekukan posisi ribuan Tenaga Kontrak di daerah ini meninggalkan dampak yang mendalam bagi para pekerja dan masyarakat sekitar.

Refleksi ini penting sebagai pelajaran bagi pemimpin yang akan datang agar melihat tata kelola sumber daya manusia di sektor publik, terutama bagaimana menciptakan lapangan kerja bagi anak-anak Malaka. *(Ferdy Bria)