Goet Kolang 5J dan 5K Untuk Kritik Sosial Bagi Masyarakat Manggarai Agar Selaras Dengan Perkataan dan Perbuatan di Kehidupan Lingkungan Sosial

Oleh: Markus Makur, Jurnalis NTT Tinggal di Manggarai Timur

BIDIKNUSATENGGARA.COM | Orang Kolang di Hamente Kolang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur sangat terkenal dengan sastra-sastra lisan. Belum dibukukan. Mungkin saya kurang punya referensi tentang buku sastra lisan orang Kolang.

Tidak tahu siapa leluhur pertama yang menciptakan bahasa daerah dengan goet Kolang. Mengalir begitu saja hingga saat ini dan masa akan datang. Bahasa sastra lisan dengan istilah-istilah sederhana, menyentuh bahkan mengkritik secara halus yang ada dalam budaya orang Kolang yang dinarasikan lewat goet-goet.

Umpan goet (dialek) saat inung kopi le gula, (minum kopi pagi) le mane (minum kopi sore) dan le wie (minum kopi malam) selalu menunjukkan kekeluargaan, persaudaraan, persahabatan.

Orang Kolang terkenal dengan pembawaan halus, lembut dan ramah tamah saat menuturkan sesuatu. Tidak meledak-ledak.

Ini mungkin dipengaruhi inung wae minse, (minum air nira bening) agu ghang gola Kolang (makan gula merah). Saat orang Kolang atau meka, tamu inung wae minse, segala kepenatan hidup perlahan-lahan luluh.

Wae minse segar, manis. Dahaga hilang saat teguk wae minse. 

Kembali ke tema diatas 5J. Orang tua saya, almarhum Nikolaus Dahu mewariskan sastra lisan ini untuk menilai pembawaan diri, perilaku anggota keluarga yang sangat beda antara perkataan dengan perbuatan.

Lebih banyak perkataan yang tak berguna dibanding perbuatan. Kritikan bagi anggota keluarga sangat halus agar tidak menyinggung perasaan. Suatu ketika ia menilai anggota keluarganya, relasi di kampung dengan mengungkapkan 5J. 5J itu, Joak, (bercerita tidak sesuai kenyataan, mengada-ada cerita, cerita berlebihan), jombak, (cerita besar, hampir mirip dengan joak, tapi disertai bohong), jopak (cerita menipu, membohongi), jimbok (cerita berlebihan. Mengarang-ngarang cerita yang tidak sesuai faktanya), Jepek, (cerita yang baik sesuai dengan perilaku, perbuatan dan perkataan). Jadi kalau dikumpulkan goet-goet Kolang akan menambah khazanah sastra tutur, lisan di Indonesia.

Banyak goet-goet Kolang untuk saling mendukung, mendorong seperti kata “mulid” yang diwariskan Tadeus Surung. Ini warisan pendidikan lewat goet-goet yang secara turun temurun diwariskan kepada generasi Kolang.

Banyak juga goet-goet Kolang seperti “giget nai”. “Le giget nai”. “Ngende” dan lain sebagainya. Ada juga “karukak”, “bambuar”. Mbirakang, mbermikah dan lain sebagainya. Goet-goet itu selalu digunakan dalam kehidupan harian orang Kolang-Manggarai Raya.

Makna Goet Lokal orang Manggarai 

Norma-norma sosial orang Manggarai Raya (Manggarai, Manggarai Barat dan Manggarai Timur) selalu dituntun dengan goet-goet yang melekat dalam diri manusia.

Bahasa ibu sangat bermakna dalam ziarah hidup orang Manggarai Raya lebih khusus orang Kolang. Kolang, kalau diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, hawa panas.

Seluruh kehidupan manusia Manggarai Raya ditopang oleh bahasa ibu yang memiliki makna perjuangan, persatuan, persaudaraan, persahabatan dan kekeluargaan.

Ritual-ritual adat selalu memakai bahasa ibu untuk mewarisi budaya yang turun temurun diwariskan nenek moyang. Benar bahwa manusia itu makhluk berbahasa. Bahasa mampu menjalin komunikasi antar pribadi. Dengan bahasa, manusia bisa saling mengenal, mengerti dan memahami satu sama lain dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Dengan berbahasa juga manusia bisa bermusuhan, berkonflik dan lain sebagainya. Bisa dikatakan dengan sebutan ‘perang’ bahasa.

Watak 5K dalam diri Orang Manggarai 

Selain 5J dalam goet bahasa Manggarai yang dipakai oleh orang Manggarai, khususnya orang Kolang, ada juga goet lainnya yakni 5K. 5K itu, kembeleih, Kembeluak, Kuak, kembelejak dan Karukak. Kembeleih (masa bodoh), kembeluak (acuh tak acuh), Kembelejak.(sikap tidak peduli), Kuak (tak mau mengikuti perintah), karukak (tukang buat kasus).

Semua goet ini mengkritik kehidupan pribadi orang Manggarai dan Sosial kemasyarakatan bahwa hidup itu harus bekerja keras, saling menghargai, saling menghormati antara yang tua kepada yang muda dan sebaliknya yang muda selaras dengan norma-norma dan nilai sosial dalam budaya Manggarai. Selain itu, goet ini juga memacu insan Manggarai Raya untuk peka, peduli terhadap sesama anggota keluarga, sesama anggota masyarakat apabila ada kesulitan hidup. Selain itu, empati terhadap sesama yang sangat membutuhkan bantuan disaat seseorang ada kesulitan yang membutuhkan bantuan segera. Selain itu hidup sosial kemasyarakatan tidak saling bermusuhan, tidak membuat konflik dengan umpatan bahasa yang tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai- nilai sosial. Melainkan hidup penuh perdamaian, persaudaraan, persahabatan dan rasa kekeluargaan yang sangat dalam dan seimbang.

Leluhur Orang Manggarai Sebagai Penemu Bahasa Manggarai 

Entah belajar dari mana leluhur orang Manggarai menjadi penemu bahasa Manggarai sendiri dengan goet-goet Manggarainya. Butuh kajian linguistik untuk menemukan asal usul bahasa Manggarai. Siapa leluhur Manggarai yang menemukan bahasa Manggarai. Belum ada ahli bahasa orang Manggarai yang menemukan itu. Tetapi, orang Manggarai sebagai pemakai bahasa Manggarai yang diwariskan oleh leluhur ribuan tahun silam.

Bahkan seorang Misionaris SVD, Pater Verheijen, SVD dengan teliti dan fokus mencatat bahasa Manggarai yang disebut Manggarai Text. Semua goet dalam masyarakat Manggarai Raya dicatat dan dinarasikan sesuai konteks saat ini dan masih selaras di era digital. Bahkan Save Dagun dari Institute Manggarai menerbitkan Buku Ensiklopedia Bahasa dan budaya Manggarai.

Salah satu dari sekian pendekatan yang dilakukan orang Manggarai untuk mengurangi karakter 5J dan 5K itu dengan pendekatan humanis yang diimplementasikan oleh Pater Florianus Laot, OFM dengan metode 4R (Reis, Ruis, Raes dan Raos). Tentu bahasa humanis menjadi kunci agar kebiasaan 5J dan 5K perlahan-lahan dikikis dalam kehidupan sosial kemasyarakatan Manggarai. Cara lainnya adalah melalui lembaga pendidikan. Lembaga pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan mampu membebaskan pikiran manusia Manggarai yang masih kaku dan tradisional. Kemudian, metode lain adalah budaya duat (kerja, bekerja). Jadi untuk mengikis watak 5j dan 5K hanya bisa dilakukakan dengan pendekatan pendidikan, budaya dan bahasa yang dipergunakan Pater Florianus Laot, OFM yakni 4R dalam kesehariannya.

Perlahan-lahan dari manusia tradisional dengan cara berpikir yang belum maju, kini sudah merasakan kebebasan dan membebaskan diri dari buta huruf ke melek huruf, bahkan kemajuan orang-orang terdidik dengan gelar akademik yang sangat tinggi sudah tersebar di seluruh dunia. Bahkan, sejauh yang saya merefleksikan bahwa orang-orang hebat dari Manggarai yang tersebar luas di dunia tetap disinari oleh fajar 4R dari Pater Flori Laot, OFM dan mengikis 5J dan 5K.

Saya akui peran para imam misionaris Eropa melalui lembaga pendidikan sungguh membebaskan orang Manggarai melalui bahasa. Tentu saya ketahui bahwa peradaban manusia melalui pendidikan dimulai dari Eropa dan menyebar luas di seluruh dunia dan pendekatannya melalui bahasa. Bahkan, imam misionaris yang bermisi di Manggarai belajar bahasa Manggarai agar dekat dengan masyarakat setempat. Tanpa belajar bahasa, pewartaan keselamatan dan pembebasan manusia tidak akan terwujud. **