Daerah  

Krisis Gedung Puskesmas Weliman: Cermin Apatisme Pemda Malaka?

BETUN-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Gedung Puskesmas Weliman di Desa Laleten, Kabupaten Malaka yang mangkrak dan akhirnya roboh tidak hanya menjadi sorotan masyarakat setempat tetapi juga menjadi simbol dari ketidakpedulian pemerintah daerah (Pemda) Malaka.

Sebuah pusat kesehatan yang seharusnya menjadi sarana vital bagi masyarakat Kecamatan Weliman, kini hanya tinggal puing, menimbulkan pertanyaan besar tentang bagaimana pengelolaan dan prioritas anggaran oleh Pemda setempat.

Proyek tersebut di kerjakan oleh PT Indoraya Kupang mulai 17 Juli sampai 31 Desember 2019 dengan nilai kontrak sebesar Rp 4.631.227.117 namun hingga saat ini belum selesai dikerjakan. Sementara, PT Indoraya Kupang sebagai pemenang tender atas bangunan itu sudah kena penalti berupa pemutusan hubungan kerja (PHK) dari Pemerintah Kabupaten Malaka.

Sejak 2019 pembangunan itu dikerjakan, gedung Puskesmas Weliman tidak kunjung selesai. Akhirnya, struktur ini tidak mampu bertahan dan roboh. Kondisi reruntuhan tersebut menjadi simbol kemangkusan pembangunan di daerah tersebut, menimbulkan kesedihan dan kekecewaan mendalam di hati masyarakat setempat. Keprihatinan ini bukan hanya terkait dengan pemborosan sumber daya dan anggaran, tetapi juga tentang hilangnya akses terhadap layanan kesehatan primer yang layak bagi warga Kecamatan Weliman.

Walaupun telah terjadi tragedi robohnya gedung Puskesmas Weliman, respons resmi dari Pemda Malaka tampaknya masih kurang. Tidak ada klarifikasi yang jelas mengenai langkah-langkah pemulihan atau rencana pembangunan kembali. Sikap ini dilihat sebagai manifestasi apatis Pemda terhadap kebutuhan dasar warganya serta terhadap kondisi infrastruktur publik yang memprihatinkan.

Kekecewaan warga tidak hanya pada robohnya gedung tersebut tapi juga pada sikap Pemda yang dianggap tidak peduli. Pertanyaan demi pertanyaan muncul dari warga, terutama bagaimana pemerintah mengambil langkah kongkret untuk melanjutkan kembali pekerjaan itu sehingga bisa memberikan pelayanan kesehatan secara prima kepada masyarakat.

“Jika dibiarkan begitu saja, tentu kami masyarakat sangat menyayangkan karena bangunan itu menggunakan uang negara. Seharusnya dikerjakan sampai tuntas yang pada akhirnya harus dinikmati oleh masyarakat,” ujar salah satu tokoh masyarakat Desa Laleten.

Sementara Henri Melky Simu mempertanyakan, alasan lambannya pengalokasian anggaran untuk pembangunan kembali Puskesmas Weliman, karena faktanya sumber pendanaan pembangunan puskesmas tersebut sudah ada yakni dana DAK. Ia meminta Pemerintah tidak boleh beralasan untuk menunda pembangunan Puskesmas tersebut.

Henri Simu menjelaskan, informasi yang diperoleh dari pemerintah, kontraktor yang mengerjakan gedung yang gagal bangun sejak 2019 telah diputuskan kontraknya alias PHK. Dan bahwa anggaran yang ada, sebesar Rp 4.631.227.117 baru dicairkan 20 persen, yakni 800 Juta Rupiah.

“Maka, sebenarnya kita tidak perlu lagi menunggu proses hukum oleh APH, karena kita tidak tahu kapan proses hukum tersebut akan berakhir. Jangankan itu, perkembangan proses hukumnya saja kita tidak tahu sampai dimana. Maka kita minta supaya pemerintah segera rencanakan untuk bangun baru,” jelas Herni, dikutip dari sakunar.com

“Apalagi, menurut penjelasan pemerintah, sisa anggaran sebesar 3 Miliar Rupiah lebih belum terpakai dan masih ada pada kas daerah. Jadi tinggal tambah 800 Juta kita sudah bisa bangun baru. Sehingga masyarakat Weliman sudah bisa menikmati gedung itu tanpa harus menunggu proses hukum kasus gagal bangun sebelumnya,” tandas dia.

Salah satu isu paling krusial yang menjadi sorotan adalah pertanyaan mengenai sisa anggaran pembangunan Puskesmas Weliman. Masyarakat menuntut agar Pemda segera bertindak, baik dalam hal investigasi penggunaan anggaran, maupun pengelolaan pembangunan ulang kedepannya. *(Ferdy Bria)