MANGGARAI,bidiknusatenggara.com |Poco Leok berada dalam kondisi mencekam. Sejak pagi, ratusan warga yang datang dari beberapa gendang, sedikitnya 6 komunitas gendang, yakni gendang Lungar, gendang Tere, gendang Racang, gendang Rebak, gendang Mucu dan gendang Cako bergegas ke Meter untuk melakukan aksi damai. Selasa, (20/6/2023)
Mereka melakukan aksi penghadangan terhadap siapa saja yang pada hari ini datang untuk melakukan aktivitas yang berkaitan dengan pemboran panas bumi di Pocoleok, terutama di lingko Tanggong, yang menjadi milik ulayat warga gendang Lungar.
Sementara itu, warga pendukung yang dimobilisasi dari Wae Koe datang untuk menyerahkan lahannya. Sekitar satu jam berada di tikungan Meter, warga mendengar sirine kendaraan aparat (fourraider) semakin mendekat. Dari jauh, warga menyaksikan rombongan kendaraan dari pihak perusahaan, pemerintah, dan aparat keamanan yang memang datang untuk mengawal kedatangan tim pihak PLN, pemerintah, perusahaan, dan pemilik lahan.
Ketika rombongan dan arak-arakan panjang itu tiba di tikungan Meter, warga yang berasal dari beberapa gendang di Poco Leok itu sudah berkumpul bersama di satu titik.
Warga langsung meneriakkan yel-yel penolakan geothermal sambil membentangkan spanduk yang bertuliskan “Komunitas Warga Adat Poco Leok-Tolak Eksploitasi Geothermal di Poco Leok”.
Kaum ibu-ibu dan anak-anak kemudian membentuk barisan di jalan setapak, salah satu akses masuk menuju Lingko Tanggong.
Untuk sementara, rombongan geothermal terdiam sejenak. Seperti biasa, warga tetap berhadapan dengan pihak keamanan.
Lebih dari satu jam, warga menyampaikan pernyataan-pernyataan penolakannya di hadapan mereka.
Warga juga menyesalkan kehadiran pihak aparat keamanan yang memang terkesan berpihak dari tim yang hendak meloloskan rencana pemboran panas bumi Poco Leok.
Di tengah riuh rendah suara protes penolakan warga Poco Leok, beberapa orang dari rombongan geothermal mulai turun dari mobil dan mengeluarkan semua peralatan-peralatan kerja mereka. Beberapa warga yang mendukung proyek geothermal juga disaksikan sedang menurunkan begitu banyak pilar permanen untuk dibawa dan diangkut ke lingko Tanggong, daerah yang telah ditargetkan sebagai salah satu titik pemboran panas bumi Poco Leok.
Warga-warga pembawa pilar itu memang memiliki tanah di lingko Tanggong, tetapi mereka tinggal di tempat jauh, di luar wilayah Poco Leok.
Seperti biasa, puluhan aparat keamanan telah sigap melindungi dan mengiringi perjalanan dari para pembawa pilar itu menuju lingko Tanggong. Pergerakan mereka memicu reaksi protes seluruh warga yang hadir.
Para pembawa pilar yang dikawal ketat aparat keamanan segera bergegas menyusuri hutan dan melewati jalan setapak menuju lingko Tanggong. Mereka berjumlah sangat banyak, yang tergabung dari beberapa satuan dari polisi, brimob, tentara dan Polisi Pamong Praja.
Warga gendang Lungar kemudian menyusul rombongan geothermal menuju lingko Tanggong. Namun, beberapa warga sudah mendahului mereka menuju lokasi posko pemantauan yang sudah dibangun warga pada 10 Juni 2023 lalu.
Sekitar 10 menit perjalanan, rombongan geothermal tiba di posko pemantauan. kehadiran mereka langsung disambut oleh aksi protes dari warga-warga yang sudah menyatakan penolakan. Di lokasi posko pemantauan, situasi menjadi kian menegangkan. Warga tetap bersikeras menyatakan penolakan dan berupaya untuk menghadang kehadiran rombongan geothermal.
Mereka membentuk barisan pagar hidup sambil meneriakkan yel-yel penolakan geothermal di Pocoleok. Kemudian, beberapa rombongan dari aparat keamanan berdatangan dan segera menguasai tempat itu.
Mereka kemudian berdesak-desakan dengan warga yang sedang mempertahankan tanah ulayatnya.
Ketika pertahanan warga begitu kuat dan solid, aparat keamanan diduga mulai melakukan tindakan anarkis. Mereka mendorong barisan warga, yang terdiri dari ibu-ibu dan anak-anak muda. Warga-warga yang didorong paksa mulai terjatuh dan terkapar. Beberapa juga terlempar dan jatuh ke semak-semak. Beberapa terluka, beberapa juga terjepit di tengah paksaan himpitan dari aparat yang sengaja mengepung dan berdesak-desakan dengan warga.
Pada akhirnya, barisan pertahanan warga mulai goyah dan rapuh oleh banyaknya jumlah aparat, juga oleh aksi-aksi mereka yang memang sudah masuk kategori kekerasan. Kalah jumlah dan kekuatan, warga masih tetap melakukan aksi protes dan menyatakan penolakan. Warga-warga yang cedera oleh aksi brutal aparat keamanan kemudian dibopong dan diantar kembali ke jalan raya untuk mendapat penanganan. Rata-rata warga yang cedera adalah kaum ibu dan anak-anak muda. Sementara itu, rombongan pembawa pilar tetap melanjutkan perjalanannya menuju lokasi lingko Tanggong, tetap dikawal ketat oleh aparat keamanan gabungan.
Kemudian, warga beberapa gendang kembali ke jalan raya dan berjaga-jaga di sekitar kampung Tere, sambil tetap meneriakkan suara-suara penolakan terhadap pemboran geothermal.
Mereka juga menyumpahi tindakan aparat yang memang sudah ‘main kasar’, anarkis, dan melakukan kekerasan fisik terhadap warga Poco Leok yang menolak pemboran geothermal. Sebagian besar warga gabungan berkumpul di simpang tiga kampung Tere.
Sekitar pukul 15.00, sebuah mobil patwal dari aparat keamanan datang menuju warga. Mobil aparat itu diketahui berisi pilar-pilar yang hendak diangkut ke lingko Tanggong.
Warga yang sedang berjaga-jaga kemudian bereaksi dan menghadang kendaraan aparat yang berisi pilar-pilar. Warga gerang, karena kendaraan aparat yang adalah fasilitas Negara dipakai untuk kepentingan perusahaan.
Tingkah gabungan aparat itu memang semakin memperkuat keberpihakan mereka pada perusahaan, bukannya mengabdi masyarakat yang butuh perlindungan. Hingga matahari terbenam, warga gabungan beberapa gendang tetap menunggu dan berjaga-jaga sampai rombongan geothermal pulang. (Fb)