Opini  

Pers Yang Sehat dan Berkualitas

Markus Makur, Anggota Forum Jurnalis Flores-Lembata (FJF-L) NTT

Kamis, 4 Mei 2023, dua jurnalis yang mengabdikan diri di Kabupaten Manggarai Timur, NTT mengajak anggota Komunitas Cenggo Inung Kopi Online (CIKO) Manggarai Timur untuk berkolaborasi menggelar bincang-bincang sehat untuk memperingati Hari Kebebasan Sedunia yang diperingati, 3 Mei 2023. Acaranya tertunda sehari sesudah memperingati World Press Freedom, 2023. Tentu dengan alasan bahwa, pada, 3 Mei 2023 ada berbagai kesibukan masing-masing. Memang direncanakan digelar diskusi lepas tentang Hari Kebebasan Sedunia tepat 3 Mei 2023. Tapi, ada kendala dan kesibukan masing-masing yang tak bisa ditunda. Untuk itu kami menyepakati dilaksanakan Kamis, 4 Mei 2023 di LeDeu Studio milik Leonardus Santosa di Kampung Kembur, Kelurahan Peot, Kecamatan Borong, Kabupaten Manggarai Timur, NTT.

Memperingati Hari Kebebasan Pers Sedunia dengan berkolaborasi beberapa pihak, birokrasi, partai politik, penyelenggara pemilihan umum, komunitas tabeite bersama wartawan disiarkan langsung di akun sosial media facebook milik Onsa Joman.

Bincang-bincang kolaborasi ini melibatkan Komisi Pemilihan Umum Manggarai Timur yang dihadiri Ketuanya, Adi Mbalur, mantan penyiar radio, kedua, Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Timur yang diwakilkan oleh Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai Timur, Boni Hasudungan, perwakilan Partai Politik di Manggarai Timur yang diwakili oleh Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Hanura, Frumensius Fredrik Ama dan anggota Partai Demokrat, Leonardus Santosa, dan juga satu wartawan Denore.id, Kanis Lina Bana, selain itu ada juga wartawan lain yang terlibat dalam diskusi, Damianus Babur, moderator kegiatan diskusi itu, wartawan Floresa.co, Rosis Adir dan saya sendiri juga jurnalis KOMPAS.com berbagi pengalaman tentang kebebasan pers di Kabupaten Manggarai Timur, khususnya dan NTT pada umumnya.

Saat sesi diskusi berlangsung, moderator memberi kesempatan kepada saya untuk membuka diskusi tentang Hari Kebebasan Sedunia. Pertama saya menyampaikan Selamat Merayakan Hari Kebebasan Sedunia yang ke 30. Acara ini sangat mendadak. Tapi, saya bersyukur yang saya hubungi lewat pesan whatsapp bisa menyisihkan waktu dan hadir untuk membahas tentang kebebasan pers di Manggarai Timur. Dari tema Hari Kebebasan Pers Sedunia dengan tema yang ada dibagian bawah artikel ini. Kami sepakat memilih tema lokal sesuai konteks Manggarai Timur, yakni “Kebebasan Pers dan Demokrasi Lokal”

Saya tidak memakai tema. Saya bicara apa adanya sesuai apa yang saya alami selama berkarya di Kabupaten Manggarai Timur. Sejak 2011, saya bekerja sebagai wartawan di Manggarai Timur,khususnya dan NTT umumnya bahwa saya merasakan kebebasan saat meliput di kampung-kampung. Tidak ada yang mengawasi saya selama saya melakukan tugas peliputan di pelosok-pelosok. Tapi, kesulitan yang saya alami berkaitan akses yang belum terbuka dan transparan di lembaga birokrasi. Misalnya, saya sudah mengumpulkan data dan fakta lapangan, namun saat dikonfirmasi di lembaga birokrasi, kadang-kadang respons mereka agak lama bahkan berhari-hari tanpa ada pemberitahuan berikutnya. Bahkan responsnya dengan mengatakan, nanti kami (birokrasi) kirim datanya melalui pesan whatsapp.

Apa yang saya sampaikan itu, moderator memberikan kesempatan kepada pembicara kedua yakni Sekretaris Daerah Kabupaten Manggarai Timur, Boni Hasudungan dengan menyampaikan bahwa kebebasan untuk mendapatkan data dari beberapa dinas sangat terbuka di Manggarai Timur.

Trauma Terhadap Dampak Pemberitaan Media Massa

Hasudungan dalam diskusi itu menerangkan dirinya pernah mengalami dampak pemberitaan yang kurang akurat dalam media online. Bahkan, ia merasakan trauma dari pemberitaan tersebut tanpa mempertimbangkan dari sisi dampak sosialnya.

“Disini saya pernah melakukan klarifikasi terbuka terhadap dampak dari pemberitaan itu.Wartawan tidak pernah mempertimbangkan dampak publik dari berita itu. Hal-hal semacam itu berdampak luas di level birokrasi,” jelasnya.

Menurutnya, wartawan profesional harus memiliki data akurat, fakta dan berimbang dalam pemberitaan supaya tidak merugikan orang lain. Dulu saya sangat merdeka dan tidak menutup diri terhadap wartawan. Tapi, sejak peristiwa itu, dan hampir enam bulan, dirinya kurang respons dengan pesan whatsapp. Bukan berarti ia menutup diri terhadap wartawan.

“Untuk itu dirinya menggunakan media prokopim untuk menyampaikan informasi birokrasi kepada publik. Sesungguhnya itu bukan sikap saya, tetapi saya harus lakukan untuk keberimbangan informasi. Selanjutnya, saya suka diwawancara langsung dengan bertatapan muka supaya antara wartawan dan saya tahu informasi sesungguhnya,” ujarnya.

Sebelum dipublikasikan berita di media massa, wartawan sebaiknya mempertimbangkan dampak sosial, publik dan terhadap narasumber itu. Keberimbangan berita sebaiknya dipegang teguh oleh wartawan.

Sementara Adi Mbalur, Ketua Komisi Pemilihan Umum Manggarai Timur menyatakan wartawan sebaiknya bekerja sesuai dengan regulasi yang diatur dalam undang-undang pers dan kode etik jurnalistik. Kualitas liputan seorang jurnalis terletak pada produk karya jurnalistik yang berimbang, akurat, klarifikasi, konfirmasi dan dilarang memberitakan secara sepihak yang merugikan orang lain.

Ketua DPC Partai Hanura, Frumensius Fredrik Anam saat diskusi berpendapat bahwa pers adalah pilar keempat di negara demokrasi. Pers harus jujur mempublikasikan informasi untuk mengedukasi, mengawasi, mengontrol dan mengritik kebijakan demi kebijakan di negara demokrasi.

“Saya hati-hati menyatakan sebuah pernyataan politik di media massa. Saya sering berdiskusi dengan rekan-rekan wartawan di Manggarai Timur,” ujarnya.

Sementara Kanis Lina Bana, dari media Denore.id berpendapat bahwa seorang jurnalis itu menulis dengan hati. Sebagaimana Pendiri KOMPAS, Jakob Oetama menegaskan, wartawan itu menyapa yang papa dan mengingatkan yang mapan.

Kalau soal kebebasan pers di alam demokrasi Manggarai Timur masih sangat bagus dimana wartawan bekerja tanpa ada tekanan dari pihak manapun. Wartawan sebaiknya memiliki sumber daya manusia yang terus ditingkatkan agar laporan liputan sesuai dengan standar jurnalistik yang berimbang. Pers yang sehat dan berkualitas dapat dinilai oleh publik dari hasil karya jurnalistiknya.

Dari sekian pemaparan ini, saya menilai bahwa karya jurnalistik yang tak berkualitas dapat dipahami bahwa persnya juga tidak sehat. Jikalau dipahami seperti itu maka pilar keempat demokrasi tidak akan memperoleh pendidikan yang bagus kepada publik.

Untuk itu, wartawan dan media massa di era media online yang bertumbuh subur di era digital ini sebaiknya tetap memegang teguh standar jurnalistik yang tertera di Undang-Undang Pers dan kode etika jurnalistik agar karya jurnalistiknya mencerahkan, mengedukasi, mengawasi, mengkritisi serta membawa hiburan kepada publik.

Agar pers sehat dan berkualitas, seorang insans pers membaca berbagai referensi lainnya serta menulis dengan kaidah 5w1H, check dan recheck, konfirmasi dua narasumber atau lebih, klarifikasi dan berimbang dalam satu produk karya jurnalistik. Kebahagian dan kepuasaan dalam diri seorang jurnalis apabila produk karya jurnalistiknya berkualitas dengan fakta yang valid. Kebenaran fakta itu yang menjadi pegangan seorang jurnalis dalam menghasilkan karya jurnalistik.

Sebagaimana bahan yang saya baca di berbagai referensi, bahwa seorang jurnalis itu menganut Jurnalisme Sehat, Jurnalisme Berkualitas, Jurnalisme Partisipatif, Jurnalisme Kasih,Jurnalisme Dengan Rasa Kepedulian,Jurnalisme Makna dan Fakta,Jurnalisme Data, Jurnalisme peduli, jurnalisme solutif.

Kualitas Wartawan dan Media di era Online

Dr Ignas Kleden dalam buku Fragmen Sejarah Intelektual, Beberapa Profil Indonesia Merdeka, Terbitan Yayasan Pustaka Obor Indonesia, Jakarta 2020, mengangkat satu bagian tentang Mochtar Lubis: Tidak Takut Pada Rasa Takut. (Hal 296-305).Menurut Mocthar Lubis, ada enam ciri manusia Indonesia, yang boleh kita pertimbangkan relevansinya juga masa sekarang, yaitu sikap munafik, takut bertanggung jawab, feodal, cenderung kepada takhyul, artistik dan watak yang lemah. Bahkan Mocthar Lubis mengatakan korupsi pemikiran. Bahkan Mocthar Lubis mengutip George Orwell salam kaitan itu: jika pikiran kita mengkorupsi bahasa yang kita pakai, maka lambat laun bahasa akan mengkorupsi pikiran kita sendiri.

Dr Ignas Kleden menganalisa pemikiran Mocthar Lubis dengan mengatakan “Semakin berani seseorang berpikir merdeka dan menggunakan akal budinya semakin dekat dia ke arah pencerahan dan semakin berhasil juga pendidikan dan pengajaran yang dialaminya. Sebaliknya semakin enggan seseorang berpikir merdeka dan takut menggunakan akal budinya secara penuh, semakin gagal juga pendidikan dan pengajaran yang pernah diperolehnya, dan semakin dalam dia terbenam dalam ketidakdewasaan yang diciptakan karena kesalahannya sendiri.

Selain itu Dalam Buku “Syukur Tiada Akhir Jejak Langkah Jakob Oetama,penyunting ST. Sularto, Pendiri Kompas Gramedia Group, (KKG), Jakob Oeatama membahasakan profesi jurnalisitik itu menghibur yang papa, mengingatkan yang mapan (Hal 149). Selain itu, Jakob Oetama menegaskan ” Jurnalisme Kepiting tetap berlaku bahkan perlu terus dikembangkan” selain itu profesi jurnalistik itu harus tahu diri, harga diri, terutama dapat dipercaya, itulah modal yang tidak lekang oleh gegap gempitanya perubahan. Modal sosial itu merupakan resultab dari karakter, integritas, dan kemampuan profesional. Selain itu, Jakob Oetama bersama media KOMPAS mengembangkan jurnalisme makna, jurnalisme fakta, jurnalisme humanis dan kini jurnalisme berkualitas di era digital.

Ada begitu banyak jurnalis di Indonesia yang menulis, memberitakan berita dengan prinsip jurnalisme kasih. Kita bisa baca dari gaya penulisan dan pemberitaan.

Dr Rushworth Kiddler dari Institute Untuk Etika Global dalam Tema Etika Jurnalisme di Buku Etika Jurnalisme:Debat Global menjelaskan, tidak ada “hal tersendiri yang namanya etika jurnalisme” jika dibandingkan dengan etika kedokteran atau hukum. Tapi wartawan harus meliput “melalui lensa etika” tentang apa yang terjadi dalam masyarakat. Wartawan harus menggunakan bahasa etika selain bahasa sehari-hari dalam politik dan ekonomi.Mereka bukannya harus bertanya: “apakah ini berguna? atau apakah secara ekonomi ini layak?” tetapi “apakah ini benar?”
Dalam buku Shared Values for a Troubled World, Kiddler melaporkan tentang studinya di seluruh dunia mengenai nilai-nilai etika untuk menguji dalilnya bahwa ada landasan yang sama dalam etika.
Wawancaranya dengan para pemimpin 16 negara mengungkapkan serangkaian nilai ini yang hanya sedikit bervariasi dari satu negara ke negara lain, atau dari satu kebudayaan ke kebudayaan lain. Daftar ini termasuk cinta, kebenaran, kebebasan, kejujuran, kesetiakawan, toleransi, tanggungjawab, hidup.

“Di ruang redaksi, permasalahan etika menghasilkan sebuah kebuntuan antara mereka yang mengatakan, ” realistis saja, kita punya tenggat waktu dan pembaca yang harus dilayani,” dan mereka yang mengatakan,”persetan itu, ada prinsip yang dipertaruhkan di sini.” Dalam kebuntuan seperti inilah kerja etika yang nyata mulai bekerja”

Dalam dunia ideal, jurnalisme seharusnya bebas dari segala motif kecuali untuk memberi informasi kepada publik. Jurnalisme tidak pernah boleh dimotivasi oleh keinginan untuk menjilat pemasang iklan, memperjuangkan kepentingan politik atau membantu kepentingan ekonomi si wartawan ataupun organisasi media.

Kode Etik Jurnalistik
Independen, akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk. Profesional (tunjukkan identitas; hormati hak privasi; tidak menyuap; berita faktual dan jelas sumbernya; tidak plagiat; penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik).

Sejarah Hari Kebebasan Pers Sedunia

Hari Kebebasan Pers Sedunia dirayakan pertama kalinya pada 1993 atau 30 tahun yang lalu. Peringatan ini merupakan rekomendasi Konferensi Umum UNESCO.

Tanggal 3 Mei dipilih, karena merupakan tanggal peringatan Deklarasi Windhoek. Deklarasi tersebut adalah pernyataan prinsip kebebasan pers yang disampaikan oleh para jurnalis asal Afrika di Windhoek, Namibia pada 1991.

Para jurnalis tersebut sebelumnya mengalami penyerangan dalam Perang Saudara Afrika di abad ke-20. Penyerangan tersebut terjadi saat jurnalis mencari informasi, fakta, dan data untuk mengungkap kebenaran.

Alih-alih dipermudah dalam memperoleh informasi, para jurnalis itu justru mendapat ancaman, serangan, kekerasan, bahkan pembunuhan. Akhirnya, para jurnalis Afrika pun memutuskan mengambil tindakan berupa pengajuan banding ke Konferensi UNESCO yang digelar di Namibia, Windhoek.

Akhirnya UNESCO menanggapi seruan dari para jurnalis tersebut. Kemudian, disahkanlah Deklarasi Windhoek tersebut dan menetapkan Hari Kebebasan Pers Sedunia.

Masyarakat dunia sejak saat itu mulai menyadari pentingnya peran pers dalam masyarakat demokratis. Peringatan ini juga sebagai gema hak kebebasan berekspresi karena adanya jurnalis dan sumber liputan mereka yang terkena intimidasi, kekerasan, pembredelan, dan penyensoran.

Peringatan ini juga sebagai seruan bertindak bagi pemerintah dan organisasi agar menghargai media serta hak kebebasan berekspresi. Pernyataan ini tercantum dalam Pasal 19 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (HAM) atau Universal Declaration of Human Rights.

Peringatan tahun ini juga bertepatan dengan peringatan 30 tahun Konferensi Wina serta Deklarasi dan Program Aksi HAM. Selain itu, peringatan ini juga bertepatan dengan 75 tahun Deklarasi HAM.

Tema Hari Kebebasan Pers Sedunia 2023

Mengutip dari Katadata.co.id, Senin, (8/5/2023) Berkaitan dengan peringatan Hari Kebebasan Pers Sedunia pada 3 Mei 2023, tema yang ditetapkan oleh UNESCO adalah “Shaping a Future of Rights: Freedom of Expression as a Driver for all other human rights”. Dalam bahasa Indonesia, tema tersebut yakni: “Membentuk Masa Depan Hak Asasi: Kebebasan Berekspresi sebagai Pendorong bagi semua hak asasi manusia lainnya”.

Tema ini menegaskan pentingnya peran pers dan kebebasan pers, media yang mandiri dan beragam. Pasalnya, hak kebebasan berekspresi adalah HAM dan menjadi pintu terwujudnya aspek HAM lainnya.

Pasalnya, hak kebebasan berekspresi dan berpendapat dengan hak asasi berupa akses terhadap informasi, menjaga perdamaian, memperoleh kehidupan, pembangunan, dan lain sebagainya adalah HAM yang saling terikat. Media berkontribusi dalam perjuangan perwujudan HAM tersebut.

Perlindungan terhadap HAM tersebut untuk jurnalis benar-benar perlu menyeluruh. Kebebasan berekspresi, media yang mandiri, majemuk, beragam juga perlu diperhatikan baik informasi dalam bentuk cetak atau offline maupun non cetak atau online.

Urgensi adanya perlindungan terhadap HAM ini adalah untuk menciptakan masyarakat yang berpengetahuan, kritis, demokratif, damai, dialog antar budaya, perdamaian, pemerintahan yang terkontrol dan tidak sewenang-wenang, dan lain sebagainya. Oleh sebab itulah, tema yang diangkat mengusung isu kebebasan berekspresi sebagai sarana dan pintu utama serta dorongan bagi HAM lainnya. ***