BETUN-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Sebuah peristiwa yang tidak terpuji terjadi di Kabupaten Malaka, Nusa Tenggara Timur, dimana sejumlah wartawan yang sedang bertugas meliput peresmian Rumah Sakit Pratama di Desa Lamea, Kecamatan Wewiku, mengalami penolakan dan perlakuan arogan dari anggota Satpol PP. Insiden ini bukan hanya sebuah pelanggaran terhadap kebebasan pers, tetapi juga mencerminkan buruknya tata kelola kebijakan pelayanan publik oleh pihak berwenang. Dengan adanya laporan dari beberapa wartawan terlibat, kejadian ini mendapat sorotan dan memunculkan berbagai pertanyaan mengenai alasan sebenarnya di balik larangan masuk tersebut.
Peresmian Rumah Sakit Pratama di Desa Lamea seharusnya menjadi momen penting bagi masyarakat Kabupaten Malaka, yang dihadiri oleh Bupati Malaka bersama Sekda serta seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD). Namun, menjadi sebuah ironi ketika wartawan yang ingin meliput acara ini malah mendapatkan penolakan. Keputusan untuk melarang wartawan masuk ini dilakukan tepat di belakang gedung, di dekat ruang mayat, oleh dua oknum anggota Satpol PP dengan alasan yang tidak jelas.
Wartawan yang terlibat kejadian tersebut diantaranya, Jho Kapitan dari media Batastimur.com, Jon Gusmao, media Raibesinews, Adi Kapitan, media ForsaMalaka.com, dan Ferdy Bria, wartawan media bidiknusatenggara.com.
Sikap arogan yang ditunjukkan oleh oknum Satpol PP terhadap wartawan mencerminkan kurangnya penghargaan terhadap profesi jurnalistik dan kebebasan pers. Padahal, wartawan memiliki hak untuk meliput dan menjalankan fungsi sosial mereka dalam memberi informasi kepada masyarakat. Kejadian ini juga menimbulkan pertanyaan tentang profesionalisme dan sikap pelayanan publik yang seharusnya dijunjung tinggi oleh semua pihak berwenang.
Menurut keterangan dari Ferdy Bria, alasan yang diberikan oleh anggota Satpol PP terkait larangan tersebut sangatlah tidak masuk akal. Alasan pertama adalah perintah dari atasan di Satpol PP dan alasan kedua, lebih mengherankan, adalah perintah langsung dari pihak provinsi. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan informasi atau kemungkinan adanya alasan lain yang tidak diungkapkan secara terbuka kepada publik.
“Padahal ini acara peresmian. Kok wartawan dilarang masuk? Ada apa dengan gedung ini? Saya dan teman-teman dihampiri dua orang anggota satpol PP melarang kami dan minta keluar dengan alasan perintah dari kasat satpol pp. Alasan kedua katanya perintah langsung dari orang propinsi,” ungka Ferdy Bria dengan nada kesal.
Wartawan yang dihalang masuknya mengungkapkan rasa kesal dan kekecewaan mereka terhadap sikap Satpol PP. Mereka berusaha mencari tahu alasan sebenarnya di balik larangan tersebut dan meminta tanggung jawab dari para pihak berwenang.
Setelah kejadian ini, pihak berwenang sangatlah dinantikan oleh komunitas jurnalistik. Klarifikasi dan respons atas tindakan anggota Satpol PP ini akan menjadi tolak ukur bagaimana pelayanan publik dan kebebasan pers dihargai dan dilindungi di Indonesia. Publik berharap bahwa insiden ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak untuk menghargai fungsi pers dalam demokrasi dan pelayanan kepada masyarakat.
Sementara itu penelusuran tim wartawan, terlihat beberapa bagian bangunan rumah sakit Pratama Malaka, belum selesai dikerjakan termasuk pembangunan ruangan jenazah. Tim wartawan, berusaha untuk melakukan pengecekan dibagian belakang namun, dilarang oleh sejumlah teko sat pol PP Malaka.
“Kaka dong tolong jangan ke belakang. Ada pak perintah provinsi di belakang tidak boleh masuk,” ungkap seorang teko pol PP sambil memaksa wartawan keluar dari area rumah sakit Pratama Malaka.
Untuk diketahui, pembangunan, Rumah Sakit Pratama di Wewiku, menelan anggaran sebesar Rp. 44. 950.00000 yang kerjakan oleh PT. Multi Medika Raya *(Ferdy Bria)