BETUN-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Baru-baru ini, pernyataan Herni Melki Simu dalam sidang DPRD Kabupaten Malaka menjadi pusat perhatian dan pembahasan hangat yang mengungkapkan banyak lapis masalah terkait tata kelola pemerintahan. Komentarnya tentang ketidakpatuhan terhadap peraturan daerah (perda) yang dilakukan oleh pemerintah dan anggapan salah tentang konsep pelanggaran dan utang membuka mata banyak orang.
Henri Melki Simu menjelaskan bahwa pernyataannya mengenai penyertaan modal di Bank NTT dibuat dalam konteks sidang, bukan di luar sidang seperti yang dituduhkan beberapa oknum yang tidak paham terkait tata persidangan di DPRD.
“Jadi pernyataan modal di Bank NTT itu saya bicaranya saat sidang bukan saya bicara di luar sidang. Sidang sempat skorsing karena pemerintah tidak mampu menjawab pertanyaan saya. Dan fraksi Golkar sudah memberi teguran keras dua tahun berturut-turut dan pemerintah diam saja” Ungkap Henri Simu. Minggu, (7/7/2024).
Menurutnya, pemerintah hanya menyertakan modal sebesar 1 miliar setiap tahunnya, jauh dari angka yang seharusnya adalah 10 miliar.
“Saya bicara fakta, penyertaan modal di Bank NTT harusnya setiap tahun 10 miliar, tapi yang pemerintah lakun hanya 1 miliar,” jelasnya.
Kritik ini, diungkapkan Henri Simu merupakan bentuk tanggung jawabnya sebagai anggota DPRD dan Banggar dalam menjaga kepentingan publik.
“Saya harus sampaikan kepada masyarakat kalau memang kami diamanatkan untuk berbicara disana dan saya sudah bicara. Lalu ada yang bilang saya bicara diluar sidang karena saya tidak ada materi lagi jadi mulai bicara sembarangan. Lucu sekali yaaa,” tandasnya dengan wajah senyum.
Henri Melki Simu juga menjelaskan bahwa ia berbicara di luar sidang sebagai strategi karena kehabisan materi, bagiannya oknum tersebut tidak paham tata persidangan di DPRD. “Ada yang bilang kami melakukan sidang di luar-luar, itu orang tidak paham tentang tata persidangan di DPRD sana”. Kata Hernri Simu
Ia juga menegaskan kapasitasnya yang jelas sebagai anggota DPRD dan bagian dari Banggar, serta menjelaskan bahwa hanya pimpinan yang memiliki wewenang menyelenggarakan sidang. “Yang bisa melaksanakan sidang itu hanya pimpinan, yang bisa mengeluarkan undangan itu hanya pimpinan selain pimpinan kami tidak bisa melakukan sidang di luar. Lalu kami mau sidang dengan siapa?,” ungkapnya.
Herni Melki Simu menjelaskan, pertanyaannya dan ketidakpuasannya terhadap jawaban yang diberikan oleh pihak pemerintah, ia menegaskan bahwa apa yang disampaikannya merupakan bagian dari diskusi resmi dalam sidang, membantah tuduhan yang menyatakan dirinya berbicara di luar konteks sidang.
“Jadi yang mengatakan bahwa saya bicara di luar sidang itu tidak betul karena saya bicara di dalam sidang. Bahkan saat saya bicara itu dari pemerintah tidak memberikan jawaban yang pasti,” ucarnya.
Lebih lanjut, ia mengkritik jawaban pemerintah yang cenderung mengaburkan masalah dengan mengategorikan pelanggaran sebagai utang, suatu pandangan yang ia anggap sangat keliru.
“Lucunya pemerintah mengatakan, “ini kita hitung utang”. Ini bukan utang, ini pelanggaran. Pelanggaran terhadap perda. Perda kita sudah buat lalu kita tidak taat kepada perda yang kita buat. Lalu mengatakan ini utang. Kalau memang ini hutang, kamu catat dalam apa? Saya mau lihat didalam APBD itu kamu catat hutang? Saya sudah bolak-balik APBD tapi tidak temukan ada catatan hutang,” kata Henri Melki Simu.
Sementara itu Pemerintah mengatakan akan meningkatkan anggaran penyertaan modal di tahun 2025. Namun, Herni Simu menyoroti persolan tersebut terkait dengan kepatuhan pemerintah terhadap peraturan daerah yang telah disahkan. Ia menunjukkan bahwa apa yang dilakukan oleh pemerintah bukan sekedar kasus sederhana tentang utang, tetapi lebih kepada pelanggaran terhadap perda yang seharusnya menjadi pedoman dalam menjalankan roda pemerintahan. Namun ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara apa yang telah ditetapkan dalam perda dengan praktek yang dilakukan oleh pemerintah.
“Lalu mereka bilang, di 2025 baru kita anggarkan lagi dua tahun punya, jadi 9 miliar tambah 9 miliar jadinya 18 miliar, ditambah dengan 10 miliar jadinya 28 miliar untuk dianggarkan di 2025. Nah itu anggaran di 2025 tapi yang selama dua tahun ini kita sudah melanggar Perda. Dan setiap kali sidang saya katakan, KITA MELANGGAR PERDA,” ucarnya.
Henri Melki Simu berjanji akan terus menyuarakan apa yang benar dan salah tanpa ketakutan. Ia menekankan pentingnya masyarakat mengetahui kesepakatan yang dibuat di DPRD, serta menantang praktik menyembunyikan informasi dari publik.
“Saya berani katakan salah tetap salah, yang benar saya katakan benar. Saya harus sampaikan agar masyarakat tau terkait kesepakatan yang kita buat di dalam DPRD. Jangan sembunyikan yang tidak baik masyarakat tidak boleh tau, jangan seperti itu,” tandas Henri Simu.
Simu juga berharap klarifikasinya ini dapat membuka mata masyarakat tentang realitas yang terjadi, sekaligus mengajak warga untuk lebih kritis dan inquisitif terhadap isu yang beredar.*(Ferdy Bria)