Swasembada Pangan dan Doxa Politik SNKT

Oleh: Johnta, Tokoh Muda asal Lakekun

BETUN-BIDIKNUSATENGGARA.COM | Swasembada Pangan merupakan konsep, gagasan, salah satu program unggulan pasangan Bupati dan Wakil Bupati Malaka, Dr. Simon Nahak, SH, MH, dan Louse Lucky Taolin, S. Sos, periode kepemimpinan tahun 2021-2026. Program unggulan Bupati dan Wakil Bupati yang karib disapa SNKT ini sudah dikampanyekan untuk masyarakat Kabupaten Malaka sejak tahapan kampanye calon pada Pilkada Malaka 2020 silam, hingga dilantik menjadi Bupati dan wakil Bupati Malaka. Kini, dalam kapasitas sebagai Bupati dan Wakil Bupati, SNKT masih tetap mengkampanyekan, berbicara dengan lantang, berkomitmen untuk mewujudkan program swasembada pangan ini. Selama satu hingga dua tahun kepemimpinan SNKT, berbagai terobosan, usaha dan giat positif sudah dilakukan SNKT. Mulai dari penataan atau mutasi birokrasi khusus di bidang pertanian, membentuk Tim Percepatan Pembangunan, membangun rumah produksi, pelepasan traktor untuk bajak tanah warga di beberapa wilayah Kecamatan, kerjasama dalam pemaparan program dengan beberapa Tokoh Politik Nasional, dan berbagai stakeholders, serta berbagai langkah konstruktif lainnya yang sedang gencar dibuat SNKT. Lantas, apakah ini menjadi tolok ukur perihal keberhasilan program unggulan swasembada pangan? Dengan kata lain, apa yang menjadi hal substantif atau esensial dari program swasembada pangan ini?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa swasembada berarti usaha memberikan, mencukupi kebutuhan sendiri. Swasembada pangan merupakan capaian peningkatan ketersediaan pangan dengan wilayah nasional. Swasembada pangan adalah kemampuan sebuah negara dalam mengadakan sendiri kebutuhan pangan bagi masyarakat.

Masyarakat Kabupaten Malaka, di bawah kepemimpinan SNKT sudah mulai merasakan jerih paya pemimpinnya dalam usaha mewujudnyatakan program swasembada pangan yang berdampak pada kesejaterahan bersama. Akan tetapi secara objektif dan komprehensif, apa yang dianggap keberhasilan program swasembada pangan belum menyentuh secara langsung sebagian besar kehidupan masyarakat, khusus para petani di wilayah Kabupaten Malaka. Hal ini bisa dilihat dari berbagai masalah, dan kekurangan yang dialami dan dihadapi rakyat. Persoalan seperti transparansi anggaran pengelolaan program swasembada pangan, masalah penimbunan BBM di KUD Desa Umakatahan di masa jabatan Plt. Kadistan Vinsensius Kapu, belum dilakukan pemetaan lahan petani secara menyeluruh dan tepat sasaran, pembekalan teknik bertani modern untuk para petani, optimalisasi sumber mata air, pengadaan bibit unggul, penyediaan pupuk, urusan pengalihan status lahan pertanian secara yuridis, kesulitan modal usaha bertani bagi para petani yang berdampak pada maraknya praktek ‘sistim ijon’, dan sistem pemasaran dengan standarisasi harga pangan, nihilnya aktualisasi konsep agrowisata dari beberapa produk pertanian, serta berbagai persoalan dan kekurangan lainnya, semisal naiknya harga beras di pasaran.

Semua hal ini, perlu disadari, diatensi, dan ditindaklanjuti SNKT lewat kerja nyata, kerja keras, kerja cerdas dan kerja tuntas di lapangan. Bukan sebaliknya, hanya menjadi dialektika atau diskursus sosial semata, tanpa aksi nyata di lapangan, atau hanya bersifat pujian semata . Masyarakat Malaka, khusus para petani di tengah situasi dan kondisi atau iklim, hujan tahunan yang mendukung, serta memasuki musim tanam kedua tentu, membutuhkan karakter pemimpin yang siap bekerja nyata demi mewujudkan keberhasilan program swasembada pangan ini seperti brand ‘beras nona Malaka’ dan ‘fore lakateu’. Semua ini tentu hanya bisa tercapai, tergantung pada prioritas kebijakan publik yang diambil, serta konsep politik sang pemimpin.

Politik SNKT adalah politik yang berpihak pada rakyat, khusus para petani. Politik SNKT merupakan politik yang bersifat kepedulian sosial. Bahwasannya, SNKT lahir sebagai pemimpin karena murni perjuangan rakyat, yakni koalisi kerakyatan. Oleh karena itu, menjadi hal yang mutlak sekaligus tanggung jawab moril bahwa SNKT harus memiliki komitmen yang teguh memperjuangkan, wewujudnyatakan program swasembada pangan demi kesejahteraan hidup rakyat Malaka. Sebaliknya, bukan hanya pintar bersilat lidah di berbagai media, atau mengumbar janji manis pada berbagai kesempatan, semisal tayangan podcast di berbagai media seperti Youtobe.

Tampak, bahwa rupanya SNKT hanya cukup lantang berbicara menyakinkan rakyat, namun sesungguhnya menyembunyikan sesuatu yang bersifat urgen, substantif, yang sebenarnya belum mampu diperlihatkan kepada khalayak umum, yakni masyarakat Malaka.

Fenomena inilah yang dalam bahasa Parmenides, seorang filsuf Yunani Kuno menyebutnya sebagai ‘doxa politik’. Kata ‘doxa’ berasal dari bahasa Yunani yang berarti pendapat (opinion). Pendapat tersebut bisa tentang berbagai hal seperti pendidikan, cara memberantas kemiskinan, cara hidup yang baik, dan sebagainya. Namun, kata itu bisa juga berarti penampakan (appearance), yakni sesuatu yang tampaknya saja begitu, tetapi berbeda dari apa yang tampak. Reza A.A Wattimena, seorang Dosen Politik dan Filsafat Ilmu Pengetahuan pada Universitas Katolik Widya Mandala, dalam bukunya ‘Filsafat Perselingkuhan Sampai Anoreksia Kudus’, mengatakan bahwa ‘doxa’ memiliki aspek penipuan karena menutupi kebenaran dibaliknya. Perubahan di dalam realitas itu sebenarnya hanyalah ‘doxa’, yakni yang tampaknya saja (appearance). Yang sebenarnya terjadi adalah realitas tidak pernah berubah. Jika demikian, apa relevansi konsep ‘doxa’ dengan konsep politik SNKT, dalam usaha mewujudnyatakan program swasembada pangan di wilayah Kabupaten Malaka? Relevansinya jelas, bahwa berdiskursus perihal suksesnya program swasembada pangan, maka politik SNKT hingga sekarang masih sebatas ‘doxa’, yakni politik penampakan.

Politik SNKT belum mencerminkan apa yang sesungguhnya terjadi, tetapi apa yang tampaknya saja. Politik SNKT masih berkutat dengan hal-hal yang bersifat aksidental, dan belum mencapai yang substansial yakni yang menyiratkan kebenaran. Implikasinya, bahwa politik bukan lagi soal kebenaran, melainkan soal pendapat, dan penampakan yang sering kali menutupi kebenaran itu sendiri. Soal suksesnya swasembada pangan bukan lagi pada soal banyaknya pendapat yang dikemukakan. Soal berhasilnya swasembada pangan bukan letaknya pada narasi-narasi berbau pujian dari beberapa pihak terkait progres atau capaian kerja SNKT. Tetapi, letaknya pada tindakan nyata, atau kerja nyata, kerja cerdas, dan kerja tuntas, membuktikan diri, mencapai kebenaran, yakni kebenaran bahwa rakyat Malaka akan sejaterah dengan program swasembada pangan ini.

Dalam kaitan dengan ini, fenomena naiknya harga beras di pasaran, tidak bisa dianggap hal sepele oleh pemerintahan SNKT. Sebab, hal ini bertalian langsung dengan program unggulan brand ‘beras nona Malaka’. Di samping itu, masalah kenaikan harga beras di pasaran, menjadi bukti bahwa ternyata di Malaka walaupun sudah ada brand ‘beras nona Malaka’ namun daerah ini, masih mengalami persoalan ketersediaan pangan, serta masalah pemasaran pangan.

Pertama, ketersediaan pangan. Tanggung jawab Pemerintah Daerah harus diperlihatkan, bukan hanya menyediakan pangan yang cukup, tetapi juga harus mengembangkan produksi pangan lokal di Daerah. Hal ini bisa dilakukan dengan cara seperti, mengembangkan produksi pangan yang bertumpuh pada sumber daya, kelembagaan, dan budaya lokal. Selain itu, efisiensi sistim usaha pangan, sarana dan prasarana serta teknologi untuk produksi, penanganan pasca panen, pengolahan, dan penyimpanan pangan, perlu juga dikembangkan oleh Pemerintah Daerah. Begitupun dengan membangun, merehabilitasi, dan mengembangkan prasarana produksi pangan, mempertahankan, dan mengembangkan lahan produktif, serta membangun kawasan sentra produksi pangan.

Kedua, menyangkut pemasaran pangan. Merupakan, kewajiban Pemerintah Daerah dalam melakukan pembinaan kepada pihak yang melakukan pemasaran pangan, demi mencapai kemampuan menerapkan tatacara pemasaran yang baik, yang berdampak pada jangkauan ekonomi atau daya beli masyarakat.

Akan tetapi, di tengah situasi demikian, sebagai rakyat Malaka yang memiliki kesadaran demokratis, haruslah tetap diakui, bahwa SNKT adalah pemimpin yang berjiwa demokratis, pemimpin yang lahir dari rakyat. Pemimpin yang lahir untuk rakyat, dan pemimpin yang dibesarkan oleh perjuangan rakyat. Konsekuensi logisnya bahwa, rakyat Malaka tentu masih tetap optimis menaruh harapan supaya sang pemimpinnya, di sisa waktu kepemimpinannya, dapat menunaikan komitmen, dan perjuangannya untuk mewujudkannyatakan program swasembada pangan demi kesejahteraan bersama. ***